Halaman

Assalamualaikum, welcome

Sebuah eksplorasi hati...

Jumat, 30 Maret 2012

Memanusiakan Diri Kita

Mentari menampakkan sinarnya. Seperti biasanya pagi mengudara, menyerak kegelapan malam yang perlahan sirna. Cahayanya terpancar kesana kemari bak antena omnidirectional yang mentrasmisikan gelombang ke segala arah. Pagi telah tiba. Saat dimana semua aktivitas akan dimulai dengan semangat membara. Rencana yang telah disusun diharapkan terlaksana. “Sempurna, dan sempurna”, teriak sebongkah semangat yang tersemat dalam dada.

Dan diantara semua agenda yang ada, tentulah ada sebuah kesamaan satu dengan lainnya. Ya, kesamaan keinginan agar semua berjalan seperti apa yang diinginkan. “Siapa sih yang tidak menginginkan sebuah kesempurnaan tuk didapatkan?”, retorika yang akan terjawab mudah namun bisa jadi susah.



Kepuasan kan menjadi obat penenang ketika tidur malam, sebaliknya kegagalan justru berakhir mimpi buruk yang tak terlupakan. Bahkan mungkin mengisi liang-liang memori dan menjadi trauma berkepanjangan. Lebay, hahaha. Tapi beneran, pas ngeliatin apa yang kita lakuin jauh dari harapan, melenceng jauh dari targetan awal, rasanya nyesek banget mpe pengen pegang pisau n nebas leher orang, duh parah.


Manusia, sebongkah raga yang selalu takkan pernah puas terhadap apa yang dimilikinya, dan anehnya manusia diberikan tugas sebagai pemakmur bumi dan segala isinya karena sifatnya yang memang demikian adanya. Malaikat dicipta dari cahaya, sempurna perangainya dan selalu taat kepada-Nya. Tetapi makhluk cahaya justru tak bisa memanusiakan dirinya hingga Allah tak memberikan amanat itu kepada mereka.


Sementara kita terkadang merasa aneh melihat seseorang yang terus mencoba tetapi hasilnya sama. Kadangkala merasa jijik pula melihatnya yang tetap keras berusaha meski berujung lelah. “Gila, dia emang udah gila, mundur sana”, ejek suara miring meremehkannya. Padahal hal yang demikian memang wajar-wajar saja. Dia hanya memanusiakan dirinyanya. Berbuat salah, dan mencari penyebabnya agar tak mengulanginya seperti semula. Menemui masalah dan segera mencari solusinya agar tak menemui kembali hal serupa. Kembali dan kembali berbenah. Dan sekarang pertanyaannya apakah kita sudah melakukannya?


Kita terkadang lupa, bahwa kita memiliki modal utama untuk mendapat apa yang kita inginkan, melakukan apa yang ingin kita lakukan, dan mewujudkan apa yang kita dambakan. Modal yang bahkan mungkin kita terkadang terlupa bahwa kita memang memilikinya.


نِعْمَتاَنِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِماَ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَةُ وَالْفَرَاغُ

“Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia merugi di dalamnya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR Bukhari)


Kita adalah potensi yang luar biasa. Ada dengan potensi yang berbeda-beda. Lahir ke dunia dengan takdir yang mungkin berbeda dan jalan akhir yang berbeda. Namun di antara segala perbedaan yang ada, akan berujung kepada muara yang sama. Bukan tentang kepuasan saja ataupun kebanggaan terhadap apa yang bisa kita lakukan. Tetapi lebih dari itu.

Dengan memaksimalkan potensi yang kita miliki, kita bisa menuliskan takdir terbaik yang pantas tuk kita dapatkan. Bahkan meski apa yang kita inginkan tak kita dapatkan, bukan berarti takdir terbaik belum bisa kita torehkan. Yuk, memanusiakan diri kita, berjuang bagaimanapun caranya, dan betapapun kecil hasilnya. Karena kita manusia, Allah pun akan memanusiakan kita, memahami apakah kita sudah berusaha atau hanya berkoar dengan lantang tanpa upaya. Keberhasilan bukan hal utama, tetapi tetap menjadi tujuan kita semua.


“Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan pula.” (QS. Ar-Rahman [55]:60).