Halaman

Assalamualaikum, welcome

Sebuah eksplorasi hati...

Selasa, 24 Desember 2013

Diantara Rahasia Langit

Hari demi hari berlalu tak terasa..
Hingga disinilah saat ini berada..
Berdiri diantara bumi dan langit yang menyerta..
Langkah ini, sudahkah seperti seharusnya?


Sudah sejauh ini. Berbagai diorama pun mengemuka, diantara bayang-bayang abu-abu yang hanya diterawang saja. 

Andrea Hirata dalam bukunya Maryamah Karpov menuliskan, buah termanis dalam berani bermimpi adalah keajaiban-keajaiban dalam perjalanan menggapainya. 

Jika dipahami seksama, ada dua poin didalamnya. Tentang keberanian dan perjalanan.

Keberanian menghantarkan pada titik pemilihan awal, diantara berbagai opsional yang juga tak kalah membingungkan, berani memilih adalah salah satu pokok dasar. Sementara perjalanan menjadi proses selanjutnya tuk mengarungi samudera.

Lalu bagaimana dengan ketetapan-Nya?

.......boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 216)

Allah menggaransi bahwa Dia lebih tahu tentang yang terbaik untuk kita. Bahwa ketetapannya itulah yang terbaik. Di satu sisi memang terbaik tidak selalu dalam kondisi baik, ibarat dokter mau mengamputasi kaki pasien. Siapa yang ingin kehilangan kaki? Sungguh pasti pilihan yang tidak baik, namun bagi dokter apabila tidak diamputasi infeksi bisa menyebar ke anggota tubuh lainnya maka pilihan amputasi pastilah terbaik.

Sementara di sisi lain, ketahuilah terbaik juga bisa diartikan paling baik diantara yang baik. Jadi tinggal seberapa besar iman kita untuk memegangnya erat. Karena sesungguhnya takaran kebaikan relatif, dan Allah pasti yang Maha Tahu.

Tentang Rahasia Langit?
Apakah jalan yang kita pilih merupakan yang Allah maksud terbaik untuk kita? Siapa yang tahu? Menerka dan terlalu sok memprediksi apabila hanya membuat kita melambat buat apa juga?

Jadi jalani saja, dan terus selalu libatkan Allah dalam prosesnya.

Allah sesungguhnya bukan menguji kemampuan kita, namun kemauan kita. Karena di Al Quran sudah dijelaskan ujian bagi kita sudah ditakar sesuai kemampuan kita. Kita boleh jadi mampu mendapatkan yang lebih baik dari ini, namun jika kita tidak mau apalah artinya takdir terbaik?

“SESUNGGUHNYA ALLAH TIDAK AKAN MENGUBAH NASIB SUATU KAUM KECUALI KAUM ITU SENDIRI YANG MENGUBAH APA APA YANG PADA DIRI MEREKA ” QS 13:11

Apabila kemauan itu ada, ikhtiar kan jadi aksi nyata, hasilnya? kembalikanlah semua kepada-Nya. Bisakah kita?

Diantara rahasia langit Sang Kuasa 
Ada satu yang mudah dirasa, dan diterka
Kecuali 'pabila hati ini tlah terlalu rusak oleh noda

Hanya Dia yang masih mengizinkan nikmat iman dan Islam ini ada
Sekalipun diantara noda itu tlah menggunung tak terasa 
Semua tak terkecuali karena kasih sayangnya yang tak hingga

Ingatlah hanya Dia yang tahu siapa kita



#Terinspirasi Ceramah Ust Salim A Fillah tentang Qodho' dan Doar

Takut kehilangan?

Bukan karena takut kehilangan tapi ..
Karena takut tidak bisa mendapatkan yang lebih baik !!
Itulah yang membuat sebagian orang takut kehilangan #mungkin

biasanya sih ketika tangan mengepal kencang, maka tangan tidak mau melepaskan apa yg ada digenggaman

Bukankah itu sama saja meragukan kekuasaan Allah..??
Sedangkan yang ada digenggaman pun belum tentu itu baik dan terbaik

" Lebih baik kehilangan sesuatu karena Allah daripada kehilangan Allah karena sesuatu"

*status teman :)



Sabtu, 21 Desember 2013

Aku Terwarnai

Berat ketika sudah memutuskan keluar dari lingkaran dengan keterbatasan. Ilmu yang masih sekadar pemanis kata,  prinsip yang ternyata bisa luluh dengan mudah, dan perlahan waktu bergulir tak terasa akan membawamu ke muara yang tak terduga. Mereka yang berada di posisi ini biasa menyebutnya keterlanjuran, yang membuat merasa tak pantas lagi untuk kembali ke lingkaran.

Jika sudah demikian lalu bagaimana? Mengikuti bagaimana arus membawa? Lalu bagaimana dengan deretan cita-cita, amanah dan cinta mereka yang selalu percaya? 

Sesekali membayangkan momen pertanggungjawaban nanti pasti pedih. Sangat pedih. Tak bisa berkata-kata. Ingin membela, namun tak kuasa hati melakukan pembenaran karena memang tak ada kebenaran kecuali pembenaran dalam jalan ini.

Duhai Allah, sedih rasanya menjadi satu dari sekian banyak di luar sana orang-orang yang kehilangan harapan, hingga melakukan pembenaran demi pembenaran atas yang mereka kerjakan. Perlahan, hati kecil pun serasa terbungkam. Hingga kebenaran semakin jauh tenggelam, tak lagi ingin tampak ke permukaan.

Kebenaran itu kian jadi abstrak. Menjadi coretan saja yang tak lagi dimasukkan dalam buku perjalanan ini.

Tiba-tiba sosok itu datang. Ia katakan, "Allah maha luas karunianya, begitu pun pintu maaf dan taubat-Nya untuk hamba-Nya".

Mengangguk perlahan. Seraya menjawab pelan, "Aku tahu itu"

"Tidak engkau tak tahu apapun!", sosok itu menunjukkan gelagat tak ramah.

"Aku tahu kok".

"Tidak, kau sama sekali tak tahu", teriaknya murka. "Masalahnya, diantara pintu-pintu itu maukah kau mencarinya? Beranikah kita memasukinya dan tak kembali lagi keluar darinya? ". Dan ia pun membuang muka, kembali ke cermin.

-----------------------------------------------------------

Waktu tak terasa berjalan. Dan perlahan, dosa-dosa ini membukit. Dan tercipta perbukitan hingga mungkin sudah menjadi gunung. Ah sudahlah, tak berani bersuudzon pada-Nya. Karena bagaimanapun Dia-lah satu-satunya tempat berharap. Bagaimanapun!

Awalnya mulai dari yang kecil. Seperti di teori. Dan perlahan teori itu kembali menunjukkan kebenaran. Berlama-lama disana, munculkan kenyamanan. Al Quran sudah perlahan ditinggalkan. Shalat malam mulai terlupakan. Bahkan shalat fardhu jadi keteteran. Parah jika kenyamanan itu dianggap kenikmatan yang Allah ridhoi. Parah!

Diantara dosa-dosa yang besar, pastilah menyepelekan dosa kecil adalah salah satu diantara hal yang membuatnya jadi besar. Logis.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Halaqoh Tahfizh saat itu, Allah mempertemukan dengan Ust Ami. Seorang pimpinan Pondok Pesantren Tahfizh dari Baleendah

"Ustadz, saya merasa terlalu banyak dosa untuk tilawah. Ngerasa tidak pantas memegang kitab Allah yang suci ini", kataku saat itu.

"Justru ketika kita merasa jauh dari Allah, harusnya makin banyak tilawah. Al Quran bukan diturunkan untuk orang-orang suci, namun untuk mereka yang senantiasa ingin mensucikan diri"


---------------------------------------------------------

dimalam penuh bintang
di atas sajadah yang kubentang
sedu sedan sendiri
mengaduh pada Yang Maha Kuasa
betapa naif diriku ini hidup tanpa ingat pada-Mu
urat nadi pun tahu aku hampa..

di malam penuh bintang
di bawah sinar bulan purnama
kupasrahkan semua
keluh kesah yang aku rasa
sesak dadaku
menangis pilu
saat ku urai dosa-dosaku..
dihadapan-MU ku tiada artinya............

doa kalbu tak bisa aku bendung
deras bak hujan di gunung sahara
hatiku yang gersang........
terasa oleh tenteram...

hanya Engkau yang tahu siapa aku
tetapkanlah seperti malam ini
sucikan diriku selama-lamanya.......

DOA KALBUKU......