Halaman

Assalamualaikum, welcome

Sebuah eksplorasi hati...

Minggu, 16 Juni 2013

Ku Petik Bintang



Setiap surat yang dihafal akan diberi tanda silang di lembaran hasil hafalan. Itulah yang kami tangkap sejak beberapa hari sebuah kertas bersama kolom-kolom dengan barisan surat juz amma sebagai keterangan di atasnya. Kertas itu ditempel di dinding kelas. Tidak terlalu tinggi, sehingga untuk ukuran anak sekolah dasar mudah melihatnya hanya dengan berdiri biasa. Juga tidak terlalu rendah sehingga cukup susah berbuat curang untuk menuliskan bintang sendiri di samping nama. Dan disinilah kisah ini bermula.

Satu demi satu dari kami melihatnya dengan seksama, berapa bintang yang tlah ada di samping nama-namanya. Entah bagaimana, setiap hari seakan bintang itu semakin indah dipandang mata. Dan sang bintang menjadi primadona dan topik menarik setiap kali para asatidz membubuhkannnya di samping nama-nama yang ada.

Perlahan namun pasti, ada yang berubah. Tanpa sadar kami semakin berpacu meningkatkan hafalan yang ada. Selintas dipikir demi apa? Bintang-bintang di atas kertas? Bahkan tidak ada iming-iming hadiah ketika bintang itu sudah penuh. Aku tak tahu. Tetapi aku menjadi satu diantara yang semakin semangat melihat bintang itu ada bersanding dengan namaku.

Oh ya, jangan bayangkan kami menghafal dengan metode tertentu. Tidak ada metode macam-macam waktu itu kecuali baca, dan kembali baca. Ulang dan kembali mengulang. Kami juga tidak memiliki rekaman murottal Syeikh dari Timur Tengah seperti yang sekarang mudah didapatkan. Tidak ada kawan J

Namun yang ada sedikit demi sedikit, setoran hafalan menjadi salah satu momen yang mengasyikkan. Semua teman-teman akan mengerubungi asatidz ketika ia akan memberi bintang di kertas itu. Dan karena jika dan hanya jika satu surat terlampaui sebuah bintang akan disematkan, maka perjalanan menghafal kami menjadi momen yang spesial.

Hingga akhirnya bintang demi bintang aku dapatkan, kecuali di kolom yang satu itu. Kolom itu adalah Surah Al Fajr. Begitu panjang dan membingungkan buatku. Malam itu aku putus asa, mengapa masih saja salah dan kembali salah. Saat kuceritakan ke Abi, untungnya ia membantu. Hari demi hari selanjutnya sesekali beliau menyimak dan membetulkan bacaanku. Di beberapa kesempatan pun ketika menjadi imam shalat beliau bacakan Surah Al Fajr sehingga dengan mudah disimak dan diikuti dalam hati.

“Mas Faiz hafal bagaimana hafal Al Fajr?”, pagi itu salah satu ustadzah menanyaiku. “Belum, masih sering lupa”. “Gapapa dicoba”, katanya. Aku pun setoran hafalan, di depan mata teman-teman yang penasaran apakah aku bisa menghafalkan surat yang di kelas kami belum ada yang sampai kesana.

Dan ternyata benar. Aku lupa. Hanya setengah. Mukaku memerah.

“Lupa, hehehe, nyerah deh”, ucapku lirih, rasanya kecewa dan bercampur malu tapi berusaha kututupi dengan simpul senyumku.

Aku kaget yang dilakukan Ustadzah itu. Benar-benar tak terpikirkan sebelumnya. Ia gambarkan setengah bintang di kolom Al Fajr.

Katanya, “karena Mas Faiz sudah hafal setengah bintangnya setengah dulu ya. Tapi karena sudah berusaha ini hadiah dari ustadzah”. Ia keluarkan sebuah amplop dari sakunya berisi sesuatu. Teman-teman pun iri melihatnya. Mereka mengerubungiku layaknya semut melihat gula. Aku senang. Tapi masih setengah senang. Karena rasanya belum sempurna jika masih setengah bintang adanya dan hadiah tlah didapatkan. Namun aku sangat menghargai keputusan ustadzah tersebut.

Bayangkan, malam demi malam selanjutnya Al Fajr ini semakin semangat tuk diulang dan diulang. Setengah bintang itu selalu lekat dalam ingatan. Dan amplop itu, yang membuat teman-teman iri dan juga semakin terpacu, saat itu belum sampai aku pikirkan darimana datangnya isinya.

Aku yang sekarang baru sadar pengorbanan hebat sang Ustadzah bagaimana ia bisa menyisihkan isi dompetnya sementara sekolah kami adalah sekolah swasta yang baru berdiri dimana gaji pengajarnya pun tidak menentu. Dan ketahuilah kawan, kami adalah angkatan pertama sekolah itu. Bayangkan betapa sulitnya perjuangan mereka saat itu.

Mukhoyyam Quran

Malam Ahad lalu, Allah menakdirkan aku bisa ikut Mukhoyyam Quran. Salah satu momen yang spesial ialah ketika Ust Ja’far, imam Qiyamul Lail ternyata membaca semua surah juz 30. Allahu Akbar!

Aku merasa terbawa ke suasana lama ketika surat demi surat dibacakan.

Selain Al Fajr yang mengingatkan pada kenangan asatidzh di SDIT Ar Rahmah dulu, An Naba adalah surat yang paling banyak kenangan. Salah satunya ketika murajaah bersama adik kecilku. Dia ayat pertama, aku ayat kedua, begitu seterusnya hingga habis dan berganti surat. Al Buruuj, Ath Thariq dan beberapa surat mengingatkan pada irama ketika Abi menjadi imam shalatku. Entah kapan terakhir aku menjadi makmum di belakangnya karena melihat kalender sudah cukup lama ternyata tidak pulang.

Kangen pulang T.T

Kangen masa lalu

Kangen semangat hafalan lagi


Dan yang paling penting kangen perjuangannya. Ketika satu demi satu surat dihafal dan bintang didapatkan. Karena baru sadar progress pasca SD belum ada apa-apanya.

Ya Allah, semoga engkau cukupkan umur untuk melengkapi cita-cita yang ada sejak masa lalu ini. Bukan hanya cita-citaku namun cita cita orang tua yang memilihkan sekolah terbaik untukku dan para asatidz yang pertama mengajarkanku menghafal ayat-ayat-Mu.

Malam minggu yang indah tlah berlalu, dan kini saatnya merajut rindu itu dan membuat bintang demi bintang sendiri hingga penuh 30 juz. Semoga cukup umur. Aamiin


Ku petik bintang

Untuk ku simpan

Cahayanya tenang

Berikan ku alasan berjuang

Sebagai pengingat harapan

Juga sebagai jawaban 

sebuah impian