Halaman

Assalamualaikum, welcome

Sebuah eksplorasi hati...

Minggu, 16 Desember 2012

Mengikat Makna Cinta, Dari Lelaki Biasa


Diantara buku perpustakaan yang membuatku terkesan, inilah salah satunya. Buku kumpulan cerita pendek ini ku baca beberapa bulan yang lalu. Yang jelas, ketika aku membacanya aku tertarik pada kisah Nania dan Rafli, dalam salah satu cerpen berjudul “Cinta Laki-Laki Biasa”, oleh penulis yang namanya tak asing lagi, Asma Nadia. Meskipun di dalamnya sebenarnya banyak cerpen lain yang tak kalah memesona, ceritanya yang tentang cinta seorang laki-laki biasa begitu istimewa. Mungkin karena pas sekali bagiku dan mungkin kalian laki-laki yang menganggap diri kalian hanya seorang biasa.

Cerita ini dimulai ketika suatu hari, Nania menceritakan kepada keluarganya bahwa Rafli ingin melamarnya. Saking mantapnya, ia lakukan itu ketika semuanya berkumpul dalam sebuah acara keluarga.  Namun respon kurang setuju ditunjukkan keluarganya. Dari mulai Papa, Mama, hingga ketiga kakaknya.
Tahukah kalian, Nania adalah seorang istimewa di banding kakak-kakaknya. Asma Nadia menggambarkannya sebagai sosok yang berprestasi nan rupawan. Dari mulai menyanyi, hingga menjadi prestasi di pendidikan. Ketika aku membayangkan, lemarinya  pasti dipenuhi beragam jenis piala penghargaan. Dengan kondisinya, ia sebenarnya bisa memilih lelaki mana saja yang disukainya. Pasti. Siapa pula lelaki yang tidak ingin mendapatkan anugerah sepertinya. Karena semua hal istimewa yang dimilikinya, Nania pun menjadi buah anak emas orang tuanya. Mungkin karena itu mereka tidak akan menyerahkan anak bungsunya ke sembarang lelaki, apalagi kepada Rafli.

Sementara sosok Rafli tak asing lagi. Teman Nania ketika kuliah. Tidak tampan, dan tanpa prestasi seperti Nania. Pendidikannya pun biasa. Tak ada prestasi luar biasa. Keluarganya juga tidak kaya raya. Benar-benar biasa. Tidak cukup istimewa. Tidak cukup pantas untuk sosok penuh talenta seperti Nania. Dan keluarga Nania tak bisa menerimanya. Seakan terlalu jauh level diantara keduanya. Tidak hanya orang tuanya, namun ketiga kakaknya juga berpendapat sama. Nania pantas mendapat yang lebih baik, kata mereka.

Hari itu, Nania sampai kehabisan kata-kata ketika hendak kembali membela Rafli. Sama seperti hari demi hari kemudian ketika pembicaraan mereka mengarah ke arah Rafli. Kembali dan kembali. Nania dihadapkan pada kondisi tersudutkan. Ia tak memiliki bukti yang bisa membuat Rafli tampak luar biasa, dan istimewa. Karena Rafli memang demikian adanya.

Bayangkan, jika berada di posisi Nania. Kita dengan kelebihan yang kita miliki, justu dicintai seseorang yang biasa. Dia mengungkapkan keseriusannya. Padahal lebih banyak yang di luar sana lebih istimewa. Namun pada akhirnya, keteguhan hatinya membuatnya bertekad bulat untuk menerima pinangan Rafli. Di sisinya ia merasa bahagia. Dan pernikahan pun dilaksanakan keduanya.

Entah apa alasan Nania. Aku hanya bisa menerka. Apa mungkin dia berfikir, setiap orang yang memiliki kelebihan luar biasa, dan mencari pasangan yang juga luar biasa tidak akan merasakan cinta seutuhnya? Ya, mungkin akhirnya cinta ia pilih karena kelebihan itu. Sementara Nania pasti tahu, segalanya adalah semu.
-----------------------------
Setahun setelah pernikahannya, Asma Nadia menceritakan dengan narasi kata khasnya bahwa Nania masih dihadapkan pada kondisi serupa. Orang-orang, bukan hanya keluarganya bahkan, tetap bertanya mengapa Rafli menjadi pilihannya. Tidak sepadan, mereka bilang.

Ketika Nania berkilah, “tidak ada yang mencintaiku seperti halnya dia”. Kebanyakan tetap bersikukuh, lelaki manapun akan dengan mudah mencintainya. Nania pun hanya bisa pasrah. Susah meyakinkan mereka, bahwa Rafli adalah takdir terbaik yang diberikan Allah untuknya. Memang di luar sana pasti ada lelaki yang lebih memiliki kelebihan, prestasi dan apapun yang memang membuat jatuh hati wanita. Namun tidak pada Nania. Rafli telah menjadi pilihan hatinya. Melalui istikharah, ia merasa Allah ikut memantapkan pilihannya. Jadilah pilihan itu yang tak bisa digugat siapapun juga.

Sebuah keteguhan yang luar biasa menurutku. Apa yang dilihat Nania dari seorang Rafli? Bahkan ia tak punya banyak bukti yang membuat orang terkagum kepadanya. Nania teguh pada prinsipnya. Pada pilihannya.

Perlahan, waktu pun berlalu hingga tak terasa telah menginjak lima tahun saat ini. Nania dan Rafli telah dikaruniai dua buah hati. Mereka hidup lebih berbahagia kini. Rafli berusaha bekerja lebih giat lagi. Meski nyatanya, gajinya pun masih tak seberapa di banding Nania yang memiliki karir lebih memesona.
Syukurlah, kondisi tidak membuat keduanya terpecah belah. Rafli selalu belajar berlapang dada. Sementara Nania selalu berhati-hati agar tak sampai menyinggung perasaan lelaki yang dicintainya. Mereka menjaga satu sama lain. Saling menguatkan dan menenangkan ketika masalah hadir. Kata-kata sejuk Asma Nadia gambarkan tentang kondisi keluarga Nania. Benar-benar kesan sakinah dan penuh bahagia dilukiskannya dari setiap kata.

Sementara di luar, orang-orang masih menganggap Rafli orang yang sangat beruntung. Benar-benar beruntung hingga mendapatkan Nania. Seorang yang biasa, tidak sedikitpun nampak istimewa meski juga tak terlalu buruk perangainya. Jika aku menjadi Rafli, pasti tekanan ada di sisiku. Setiap jalan berdua, tetangga bergunjing yang membuat telinga merah. Berkunjung ke rumah keluarga, tidak mendapatkan perlakuan yang begitu ramah. Bagaimana apabila kalian mengalaminya? Pasti tidak nyaman juga khan ya?
Untunglah Nania selalu menguatkan Rafli. Sembari ia terus kuatkan dirinya kepada Sang Ilahi, dari perkataan macam-macam orang yang mendengki. Tidak peduli kata orang, bagi Nania, Rafli istimewa. Cintanya utuh. Tiada terbagi, ataupun semu.

Cerita ini berlanjut hingga tahun ketujuh sejak pernikahan. Kehidupan Nania semakin sempurna. Karir di kantornya perlahan namun pasti, semakin menanjak seiring profesionalisme yang disokong kepandaian yang memang dimilikinya. Anak-anak tumbuh dan berkembang setiap harinya, tentunya dalam pengawasan sempurna sosok Rafli juga sebagai kepala rumah tangga. Gaji Rafli kini, tentu kian tak bisa menandingi apa yang Nania miliki. Tetapi, hal itu tak menjadikannya masalah yang berarti. Mereka berdua saling percaya, saling mendukung dan menyemangati satu sama lain. Termasuk dalam bekerja. Percuma rasanya, menumpuk banyak harta sementara kebahagiaan keluarga tak terasa.
Bagaimana menikmati sejenak kisah Rafli? Seorang biasa yang mendapatkan sosok istimewa? Merasa iri? Tahan dulu iri kalian hingga menyimak kisah mereka saat sepuluh tahun sudah mereka kini menikah.
Nania sedang hamil anak ketiganya. Seperti sebelumnya, Rafli kian memperhatikannya. Seperti “suami siaga, siap antar jaga” jika kita melihat iklan Dinas Kesehatan. hehehe

Makanan, istirahat dan segalanya ia atur sedemikian rupa agar sang pujaan hati mendapatkan perawatan terbaik hingga sang jabang bayi membuka mata dan melihat indahnya dunia. Namun kali ini, semua tak berjalan seperti dua kali persalinan sebelumnya. Kandungan Nania tidak normal. Itulah yang membuatnya perlahan-lahan harus meninggalkan karirnya yang berada di puncak dengan mengikuti perawatan. Mendekati ke bulan sembilan, sang bayi tak jua ada tanda-tanda keluar. Operasi pun akhirnya dilakukan. Kalau tidak, nyawa sang bayi dan ibunya akan terancam.

Disinilah detik-detik mengharukan dimulai.

Beberapa jam sudah pintu ruang operasi masih tertutup. Dokter dan perawat yang sedari tadi tak jua keluar. Rafli hanya terduduk diam. Quran kecil yang dia baca biasanya hingga Nania bisa terlelap tak kuasa ia baca. Tangannya gemetaran. Dzikir terus ia lantunkan perlahan. Di sampingnya ada Papa dan Mama dengan raut wajah sama penuh kekhawatiran. Sementara ketiga kakak Nania bergantian datang dan pergi.
Beberapa lama, dokter telah keluar dan mengonfirmasi selesainya operasi. Bayinya lahir selamat dan sehat. Namun, Rafli mendapati bidadarinya dengan kelopak mata yang enggan membuka. Nania belum sadar. Belum bisa sadar.

Empat hari kemudian, sang bayi sudah bisa dibawa pulang. Namun Nania tidak demikian. Ia masih terbaring di atas ranjang. Koma. Tak sadarkan diri. Entah kenapa, mungkin karena kodisinya ketika melahirkan terlalu lemah. Atau memang kehendak Allah yang menguji Rafli dan keluarganya.
Setiap hari Rafli mengunjungi Nania. Diajaknya bicara istrinya. Walau tak jua menyahut kata-katanya. Ia tetap bercerita. Diceritakannya kondisi di rumah. Anak-anak yang kini kondisi bagaimana. Sekolah mereka. Makanan mereka. Dan kerinduan mereka akan sosok Ibunya.

Pasti jika menjadi Rafli kita memilih membayangkan kondisi seperti ini tak mungkin terjadi. Namun ketahuilah, apapun yang belum terjadi belum tentu juga tidak akan terjadi.

Hari demi hari, Nania masih tak sadarkan diri. Tak terasa, rindu demi rindu pun mengisi relung kalbu. Ia tak bisa membayangkan, wajah yang terbaring di depannya akan meninggalkannya selamanya. Rafli masih semangat untuk datang rutin setiap hari. Sementara kondisi Nania hingga pekan kedua tak menunjukkan perkembangan berarti.

Asma Nadia menggambarkan perasaan tidak karuan Rafli yang menyakitkan. Tak bisa kubayangkan memang. Namun tampaknya kehilangan sosok yang dicintai segenap hati benar-benar menyakitkan. Sakit. Lebih dari ketika sakit ketika akibat monyet ala remaja. Lebih galau dari mahasiswa ketika soal ujian susah di depan meja.

Perlahan, Rafli belajar untuk pasrah. Memang, Nania telah sebulan kini tak kunjung membuka mata. Andaikata ia putri tidur, dengan kecupan saja pasti kan segera bangun. Sayangnya kecupan Rafli tak bisa membangunkannya. Ayat-ayat cinta Allah yang dibacakannya dekat Nania juga sama. Rafli hanya bisa mengeluarkan airmata. Yang juga tak bisa membangunkan Nania.
Hingga hari ketiga puluh tujuh sejak persalinan saat itu. Akhirnya Nania membuka mata. Ia langsung dihadapkan pada sosok Rafli yang berlinang airmata. Namun kini kondisinya tidak seperti sedia kala.
Sahabat. Apabila kalian dihadapkan pada kondisi Rafli, mendapatkan sosok istri yang luar biasa pastikan sanggup dengan lantang mengucap kata setia bukan? Tetapi kondisi Nania kini begitu menyedihkan. Tak lagi luar biasa. Bahkan untuk mengurus diri sendiri kini dia tidak bisa. Nania lumpuh. Total seluruh tubuh. Dan disinilah sosok yang dikatakan biasa itu membuktikan cintanya.

Rafli mengurus semuanya. Ketiga anak-anaknya, dan Nania yang tak bisa bergerak dari kursi rodanya. Walaupun dia bisa memilih bercerai dan menikah lagi. Karena pastinya mengurus tiga anak dan seorang istri yang cacat tak berdaya juga perlu pengorbanan yang tidak sedikit adanya. Keluarga Nania pun saya duga bisa tahu diri, ketika awal mereka enggan merestui karena kondisi Rafli, pastilah kondisi Nania saat ini juga bisa membuat kata “cerai” bisa dimengerti. Namun tidak demikian ternyata khan?

Bertahun-tahun lamanya, Nania mendapat cemoohan karena suaminya yang tak istimewa sepertinya. Tetapi itu tak cukup lama, dibandingkan decap kagum pengorbanan untuk tetap setia pada di puluhan tahun setelahnya. Cintanya sama, tak sedikitpun berubah.

Rafli membuktikan cintanya yang luar biasa, walau ia hanya seorang yang biasa. Ia mencintai Nania bahkan ketika Nania kehilangan semua yang istimewa. Jelas terbukti, ia benar-benar mencintainya karena Illahi, bukan semata-mata cinta karena pesona kelebihan yang dimiliki.

Dari sini aku mendapatkan banyak hikmah. Salah satunya ialah, mungkin kita semua ingin mendapatkan yang istimewa. Cantik parasnya, cerdas otaknya, dan apalah terserah. Semuanya tidak salah. Benar-benar tidak salah. Namun pertanyaannya adalah, bagaimana kita melihat hakikat mencintai? Akankah ia suci tuk terus bertahan sehidup semati? Atau hanya semu bak debu yang dengan mudah tertiup angin kecil. Mari terus benahi diri agar nanti biasa mempertanggung jawabkan cinta yang kita miliki. Bukan hanya dengan lisan, tetapi hati dan perbuatan.

by Raffa Muhammad, nama Pena dari M. Faizal Ramadhan, 111100075, Telecomunication Engineering '10

Minggu, 18 November 2012

Mimpi Kita Bersama




November 19, 2012

Semua ini bermula bukan setelah kita tahu nama kita telah tercantum disana. Berurutan, dan tersusun rapi menghiasi nama pengurus organisasi ini.

Tetapi jauh lebih daripada itu. Sungguh.

----------------------------------------------------------------------------------------------------

Wawancara.

Aku tak pernah gagal melewati tes wawancara. Entah mengapa. Seakan aku sudah terbiasa menyihir kata. Sekalipun tak lebih dari 60 menit saja. Ratusan deret akan bisa terlontar apabila memang aku berazzam untuk mengikutinya.

Dan ternyata boleh jadi kisah ini bisa dimulai ketika itu.
Aku menjadi penanggungjawab rekruitasi.
Dan ini untuk pertama kali.

----------------------------------------------------------------------------------------------------

Keterbatasanku membuat berbagai kekurangan disini dan disana. Tampak jelas. Perencanaan yang kurang matang dan rasional, pengelolaan SDM dan kesesuaian di lapangan.

Namun aku tak pernah menyesal. Betapapun, ada kehendak Allah ketika kita sudah berupaya melakukan namun hasilnya tak memuaskan.

Dan aku takkan pernah menyesal. Karena saat itulah, awal aku melihat hal yang istimewa. Yang akan menjadikan kekuatan hebat bila diikat oleh ukhuwah yang kuat.
Harapan. 
Jelas terpancar dari sorot mata yang antusias mengikuti tiap rangkaian penjelasan yang disampaikan.

Semangat. 
Terwakili oleh cucuran keringat tuk dan tersenyum sekalipun cahya mentari menyengat.
Keniscayaan
Yang pasti, aku yakin kalian takkan disini jika tak memiliki apapun. "saya belum pandai", "saya belum pengalaman", "saya belum bisa", dan berbagai hal yang mungkin belum. Tetapi yakinlah itu semua akan terwujud di kemudian hari. Meskipun tak disini, jadikan kesempatan ini menjadi tangga awal tuk menggapainya.

Disini, deretan huruf penyusun nama kita terlihat rapi. Dan yakinlah, barisan pecinta Quran takkan kalah rapi  apabila memang memulainya sama-sama dari hati. Kata-kata ketika wawancara itu menjadi saksinya. Betapa kemauan kita ada. Boleh jadi berkurang, atau hingga hilang. Namun sebelum itu terjadi, kita akan pompa hingga ghirah ini tak ada habis-habisnya.

Mimpi kita bersama, bukan mimpi semu pendek dan penuh retorika. Ini adalah mimpi panjang para pendahulu yang tlah berjuang sebelumnya. Mewujudkan generasi pecinta Quran di bumi kampus tercinta.Dan mereka tlah membuat AKSI nyata tuk mewujudkannya.

Sekarang giliran kita, ikhwafillah.

Mari, siapkan diri kita semua.
Mimpi ini, adalah mimpi abadi. Mimpi yang takkan pernah mati. Sekarang dan hingga nanti.

Bismillah...

Mari melangkah bersama. Bukan demi organisasi ini, sungguh. Niatkan semua karena-Nya yang membuat segalanya ini ada.

Semangat militansi MQ 2012-2013
 

Kamus Kata :
Azzam = tekad kuat
Ghirah = semangat
ikhwafillah = saudara seperjuangan di jalan Allah
militansi = ketangguhan dalam berjuang, menghadapi kesulitan

Kamis, 15 November 2012

“Belum saatnya”. Belum!



Perlahan seiring waktu berjalan, jarak pun memangkas dirinya perlahan. Kesibukan yang sama. Tempat yang sama. Dan intensitas pertemuan akhirnya dengan sendirinya bertambah.

Allahu robbi,
Aku enggan menyalahkanmu. Namun dengan situasi ini yang kan terus berlalu, bagaimanakah nasib amanah yang nantinya kan kupertanggungjawabkan kepadamu?
---------------------------------------------------------------------------------------------

Semua bermula seperti biasa bagi Arfan. Biasa. Tak satupun istimewa ketika pertama kali bertemu dengannya. Kala itu hijab menjadi batasannya. Untunglah, sungguh.
Sebuah dauroh untuk mentaarufkan pengurus. Antara yang baru dan lama, agar lebih menyatu dalam jalinan ukhuwah. Dari situlah ia mengetahui namanya, dan tak lama berlanjut dengan pertama kali mendengarkan suaranya.
Plotting divisi dilakukan. Kombinasi musyawarah dan keputusan ketua memutuskan detail amanah yang ke depan akan diemban. Arfan dan semua wajah baru di lembaga itu penuh antusias menyimak penjelasan Kak Dedy, sang ketua organisasi.

Dan hasil keputusan itulah yang membuat cerita ini bermula. Arfan ditempatkan sedivisi dengannya, sosok yang bahkan sejak awal ia hanya tahu dari dauroh pertama para calon pengemban dakwah. Namun sosok itulah yang berbeda dari yang lainnya. Sungguh berbeda.

---------------------------------------------------------------------------------------------
 “Teman-temanku yang dirahmati oleh Allah, Insha Allah kita akan berjuang bersama dalam sebuah bidang kerja organisasi ini. Selama satu periode kepengurusan ini, Insha Allah pasti akan banyak yang kita lalui. Ketika kita berani mengambil langkah tuk memulai, pasti teman-teman juga tahu ke depan jalan ini tak akan mudah. Boleh jadi berliku, berkelok, dan bergelombang. Namun tetap saja pasti akan bermuara. Sampai saat itulah kita harus tetap bersama, saling menyokong satu dengan yang lain, bersatu, menguatkan dan menghadapinya bersama”, ujarnya dengan nada penuh cita-cita besar ke depannya.

Kak Rio adalah sosok ketua departemen yang supel. Ia mampu mencairkan es batu yang masih keras diantara para muka baru, pejuang peradaban. Tak terkecuali Arfan. Ia sedikit demi sedikit belajar. Sesuai kata Kak Rio, setelah semua saling mengenal, mengetahui maka dapat dilanjutkan tuk mencoba menyamakan kesepahaman. Dari situlah benih militansi akan ditanam, dipupuk dan berbuah kekuatan .
---------------------------------------------------------------------------------------------
Sayup-sayup terdengar suaranya dari bilik hijab yang ada. Ia memang akhwat yang aktif, dan kritis. Walaupun sama-sama bermula, Arfan melihatnya lebih kontributif menyumbangkan gagasan untuk program kerja yang ada. Ini syuro yang kesekian kalinya, setelah penentuan program kerja dan kini tinggal eksekusi dan pendalaman saja.

Semua tampak menyatu. Brainstorming kata Kak Rio istilahnya. Memunculkan berbagai ide dari setiap orang yang ada. Dari mulai yang serius, fokus, hingga nyeleneh dan super aneh.

“Tak apa nyeleneh, dari situ bisa memicu ide lain yang lebih baik”, rekam kata-kata kak Rio oleh Arfan.

Itulah yang membuat Arfan tak segan mengungkapkan apa yang ada di benaknya. Dan ternyata dari sekian idenya, semua diluruskan olehnya. Sosok di balik hijab yang cerdas dan perlahan mulai terkesan mempesona.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Bertukar pesan di telpon genggam .
“ Kak Rio sedang berhalangan nih. Aryo juga.”
“Jadi gimana? Kak Shelly dan Arini juga sama”.
“Tetapi tetap harus selesai khan?”
“Iya. Yaudah kita syuronya di facebook saja ya, ngga enak cuma berdua khan”
“Okedeh”
Percakapan itu dimulai. Menggunakan jejaring sosial yang ramai dipakai. Tak ada kekhawatiran semula. Arfan hanya membicarakan tentang tugas divisinya. Demikian pula dengannya. Tampaknya ia lebih pandai menjaga fokusnya. Untunglah, karena dunia maya ternyata membuat Arfan tak lagi sestabil sebelumnya.
“Selesai disini saja. Jika tidak ada lagi yang perlu didiskusikan, afwan”, ketiknya mengakhiri.
“Kok dia jadi sewot gitu? Apa yang salah dengan kata-kataku”, pikirnya penuh tanda tanya.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Dunia maya bukanlah dunia yang membebaskan kita dari apapun, termasuk tanggung jawab terhadap apa yang kita lakukan di dalamnya. Namun terkadang, ia begitu melenakan.
Klik dan klik, lanjut klik dan klik.
Seketika ia bisa melihat fotonya. “Subhanallah”, gumam singkat Arfan melihat foto-foto lama di akun facebooknya. Tak semua disembunyikan. Bisa ditelusuri. Tunggu, demi apa ia lakukan ini. Untuk apa?
Arfan berhenti.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Lain waktu.
“Ah sekali doank apa salahnya?”

Klik dan klik, “wah ternyata ia penggemar Detective Conan juga, sama donk”

“Lalu kalau sama memang kenapa?”

Arfan berhenti.

---------------------------------------------------------------------------------------------
Terkadang kita tak menyadari hal kecil yang kita lakukan. Bermula sekadar keisengan. Namun ujungnya bisa keseriusan. Hingga prinsip dan tujuan awal dapat terancam kan terlupakan.
Berdebar. Arfan kini mulai menyadarinya. Ini akibat ulahnya. Ulah kecilnya. Ulah kecilnya yang bermula dari keisengan belaka.

Membuka akunnya, melihat fotonya, melihat profilnya, hingga terbesit menyimpan fotonya. Perlahan melihatnya setiap waktu. Hingga akhirnya mengagumi hal yang belum saatnya ia perlu. Dan bahkan kini sampai ingin memiliki?
“Astaghfirullah”, sesalnya.
Berdebar. Setiap kali sosok itu muncul di hadapan. Apa yang harus ia lakukan? Egonya bisa memberontak dan amanah bisa terancam. Mana profesionalisme yang awal bersama telah komitmen hendak dicapai bersama? Hilangkah? Semukah oleh rasa yang belum sepantasnya ada?
---------------------------------------------------------------------------------------------
Suatu ketika, Arfan membaca artikel dari http://ukhti-shalihah.com/lelaki-shalih-itu/
Sebuah cerita tentang lelaki shaleh menurut seorang akhwat.

------------------------------

Di mataku, lelaki shalih adalah lelaki sederhana,tawadhu,sabar,dan tentu saja baik pemahaman agamanya. Kalau menurut akhwat lain, mungkin bisa berbeda-beda kan?

Keshalihan seorang akhwat,juga bisa menentukan kriteria apa saja yang harus dimiliki sang ikhwan,hingga bisa menjadi imam yang ia butuhkan..
Seorang akhwat hafidzah boleh dan bisa dipastikan,pasti mengharapkan seorang ikhwan yang hafidz juga sebagai suaminya…^^

Lelaki Shalih itu…Ya,tentang sosok lelaki shalih..
Apakah antum sudah cukup shalih?sehingga merasa pantas mendapatkan seorang akhwat shalihah itu..
Ya,cobalah tengok disekitar antum,pasti ada banyak akhwat yang begitu shalihah dan begitu anggun dalam balutan jilbabnya, kiprahnya dalam dakwah semakin memancarkan pesonanya…

Pernah mengagumi seorang akhwat seperti itu? mungkin saja,dan saya menduga antum bisa jadi pernah atau bahkan sekarang malah sedang merasakannya?^^ Bagi antum yang masih sendiri (belum menikah) bisa jadi kekaguman itu menjadi sesuatu yang begitu mengusik hati..
Ya gak sih? saya sok tau nih..
hehehe

Apa antum tahu?sebenarnya akhwat juga begitu lho..
Jangan salah kira,sikap diam para akhwat berarti mereka tak peduli ato malah mati rasa..
#haduuh

***^^***

“ada beberapa hal yang perlu diluruskan tentang interaksi kita akhi” kata seorang akhwat berbalut jilbab ungu itu dengan pandangan semakin tertunduk..

“ada apa ukht? adakah yang salah dengan sikap ana selama ini?” tanya ikhwan di hadapan akhwat itu..

“ya,banyak..
Tapi mungkin antum selama ini tidak menyadarinya…”

“apa itu ukhti? bisakah anti jelaskan,agar ana lebih paham”

“tolong akhi,bersikaplah lebih bijak di depan ana,mugkin antum merasa sikap antum biasa saja, tapi tidak bagi ana…afwan” suara akhwat itu kian tercekat..

***^^***

Antum pernah “dibegitukan” sama akhwat? kalo iya, berarti memang ada yang perlu diperbaiki dari sikap antum sekalian..

Bukan menggurui..
Tapi,ini berdasarkan pengalaman pribadi yang cukup mengusik dulu..

Taukah akhi? tiap senyum kalian,kalimat-kalimat sapaan bernada perhatian dalam sms dari kalian,mungkin antum anggap itu hal biasa..
Tapi apa iya bagi mereka,akhwat yang hatinya begitu peka..
Bisa jadi semua yang berasal dari antum bukannya menguatkan,tapi justru hanya akan semakin mengganggu dan menggoyahkan imannya..
Ia, yang awalnya begitu ikhlas berdakwah bisa jadi karena perhatian kalian,niatnya jadi terkotori..
Karena memang fitrah wanita,yang sebenarnya suka dipuji,walau tak semua begitu..

Taukah antum? bahwa hati seorang wanita itu begitu lembut? sedikit saja antum taburkan “benih”, bila ia terus menyiraminya maka benih itu akan tumbuh kian subur di hatinya..
Betapa kasiannya bila ia, hampir tiap malam teringat padamu akhi, ikhwan yang belum tentu jadi imam baginya…

Lalu? apa yang harus antum lakukan? ahh,rasanya saya tak perlu menjelaskan karena saya tau,antum semua jauh lebih paham..

Hanya saja,saya ingin berpendapat dari sudut pandang seorang akhwat..
Seorang ikhwan yang shalih tak akan pernah berkata “ukhti..ana mengagumi anti, bahkan ana telah jatuh cinta pada anti, maukah anti menunggu sampai ana siap mengkhitbah anti?”

Ya..
Lelaki shalih tak akan berkata begitu..
Apakah antum tau apa efek dari pertanyaan itu? 
Bisa jadi, hati akhwat itu kian rapuh..
Apa antum tega? membuatnya menunggu dalam ketidakpastian? Karena sebelum akad nikah,segala hal masih bersifat tidak pasti bukan? 
Apalagi bila kita hanya bergantung pada hati seorang anak manusia yang tiap detiknya bisa terbolak balik..
Betapa kasian ia ketika harus berharap pada sesuatu yang belum jelas ujungnya…

Lelaki shalih seharusnya ketika ia jatuh cinta, maka ia akan menyimpan sendiri perasaan itu rapat-rapat dalam hatinya dan hanya mengizinkan Allah saja yang tahu..
Ia akan terus memperbaiki diri hingga siap dan pantas untuk mengkitbah akhwat itu pada saat yang tepat..
Dan lelaki shalih akan berkata “ukhti,mungkin ana bukanlah lelaki yang sempurna keshalihannya…
Tapi ana hanyalah seorang laki-laki yang selalu berusaha menjadi lebih baik dan ingin segera digenapkan diennya hingga sempurna, maka maukah anti menjadi akhwat penggenap dien ana itu?”

Ya,lelaki shalih tak kan pernah meminta untuk menunggu..
Ia hanya akan mengambil kesempatan atau akan berkorban mempersilahkan saudaranya yang lain..
Seperti kisah Ali bin Abi Thalib dan Fatimah..

Akhi…bisakah ana minta tolong? tolong jaga saudari-saudari ana yaaa..
Jaga hati mereka, hingga tetap utuh sampai antum bisa mempersuntingnya dalam sebuah Mitsaqan Ghalidza itu^^


----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terhenyak. Arfan tak bisa berkata apa-apa lagi.

Belum saatnya, belum!
Sementara diri ini masih perlu banyak berbenah, bagaimanakah pantas mengharap sosok pendamping yang sepertinya?
Belum saatnya, belum!






November 15, 2012
Raffa Muhammad

--------------------------
Sumpah ini cuman fiksi. Siapapun yg baca ambil positifnya ngga usah dihubungin ama penulisnya okeee :D











Kamis, 25 Oktober 2012

Tahfidz Goes to Campus, Wanna be Generation of The Quran Guardian?


Sekilas

adalah program hasil kerjasama Sahabat Al Quran (Sahal) dengan MQ yang telah ada sejak beberapa tahun silam. Setelah sebelumnya diurus secara personal, maka kini TGC kembali menjadi salah satu program MQ dan dibuka untuk mahasiswa semua institusi di bawah naungan YPT guna pembentukan generasi para penghafal Al Quran.

Konten Program
Untuk sementara program TGC masih berupa pertemuan pekanan, dengan isi : Sharing dan Diskusi, Setoran hafalan, dan Taujih. Di setiap pertemuan ini juga akan dibina oleh Ustadz dari Sahal. 

Untuk ke depan agenda akan lebih banyak lagi, mengingat komunitas dari program ini akan terus berkembang dan terus berkembang.
Peserta  
Peserta berasal dari mahasiswa semua institusi di bawah naungan YPT, bebas, angkatan berapapaun, jurusan apapun. Tidak ada persyaratan bagi peserta, apalagi program ini gratis. Hanya syarat utamanya, peserta diwajibkan memberikan KOMITMEN, dan KEDISPLINAN dalam mengikuti program ini.

Pendaftaran :
1. Peserta mengirim sms ke 089655974074 (Raffa) dengan format Nama_NIM_Kampus
2. Peserta mengirimkan jadwal kosong harian yang merupakan jadwal kosong di luar kuliah, praktikum dan kegiatan organisasi yang tidak bisa diganggu atau sudah pasti pelaksanaannya.

So wanna be Campus Generation of Quran Guardian?
Join us!

Senin, 15 Oktober 2012

Ketika


Semua berawal ketika semuanya sama. Semangat yang membara, antusiasme yang melimpah, serta jiwa muda yang masih menggelora.

Perlahan, waktu berlalu dan semuanya berubah.

Jarak itu perlahan menengadah.

Meninggalkan satu sama lain karena kemampuan yang memang berbeda.

Atau takdir yang memang lain berkata?

Entahlah...

"Jalan kita mungkin berbeda", ujarmu menghiburku.

"Aku ingin sepertimu, tapi aku tak mampu", teriakku kesal.

"Jangan salahkan dirimu, kalau kau telah berusaha", tambahmu menguatkanku.


Dan ketika, jarak itu makin lebar
Tak lagi ada kata-kata dalam tuk saling ditukar

Kau hidup dengan duniamu
Dan aku kian asing dengan itu

Kau hidup dengan duniamu kawan,
Maka selamat jalan

Ku kan hidup dengan duniaku,
Takkan sehebat dirimu, mungkin
Tapi tlah cukup membuat bahagia hatiku



Oh Man T.T

"Pengen juga sih, tapi masih banyak keperluan lainnya", paparnya ketika kutawari untuk membeli HP baru seperti milikku. Aku langsung tertegun. Dari suaranya aku bisa membayangkan wajahnya yang tersenyum ketika mengatakannya.

"Ya Allah", tiba-tiba pada hati ini merasa ada yang salah.


 Aku pun jadi ingat, saat itu dia ada di Jogja. Ratusan kilo jauhnya dari rumah, merelakan diri meninggalkan suami dan tiga anak untuk mengais rezeki, sementara aku masih menggunakan jerih payahnya untuk hal yang tidak begitu darurat?

"Astagfirullah"

Kata mereka diriku memang selalu dimanja, Ya Allah jadikan aku bisa memanjakannya kelak.


Kamis, 27 September 2012

Melihat Langit, Nothing Impossible



Melihatnya, singgasana Sang Pencipta yang mempesona. Membayangkannya, langit biru yang terhampar luas tersebut bahkan tak kuasa kita lihat sepenuhnya. Ketika mata diarahkan ke atas pun seakan terdapat banyak hal yang membuat kita tak bisa kita berkata-kata. Dari mulai awan putih yang menghiasi, hingga kedalaman angkasa yang lebih dalam daripada yang ada dalam imajinasi.




Subhanallah, maha besar Allah Sang Penguasa segalanya.



Dahulu, ketika orang melihat langit. Tak sedikit yang berkeinginan untuk bisa terbang untuk meraihnya. Perlahan akhirnya ditemukan pesawat terbang. Dari mulai yang sederhana, terbang jarak pendek, jarak menengah dan akhirnya jarak jauh. Dari mulai yang kecepatannya biasa saja, hingga ada yang melampaui suara. Semua terus berlanjut dan kini sudah ada space airplane  yang dapat mengangkasa ke luar bumi.

Ada satu hal menarik, ketika ilmu pengetahuan terus berkembang, langit yang sebenarnya tak seperti bayangan sebelumnya. Yang biru dikala mentari bercahaya, kemerahan di kala senja dan kehitaman di kala hujan turun. Ialah atmosfer yang menyelubungi Bumi dipadu dengan cahaya yang ada menjadikan warnanya seringkali berubah-ubah. Belum lagi fenomena akibat medan magnet di kutub yang bisa menghasilkan aurora pada langit. Dan ternyata ketika misteri langit sudah terpecahkan, misteri tata surya yang lebih dalam dan lebih luas lagi untuk diketahui. Bahkan mungkin lebih luas dan kompleks daripada yang pernah kita bayangkan selama ini.

Padahal kembali ke permukaan bumi, bumi yang masih sedemikian kecil dibanding objek tata surya lainnya saja belum semua misteri yang ada terpecahkan dengan teknologi dan kemampuan manusia.

Jadi tak ada yang salah jika pemikiran futurisme para artist banyak yang beranggapan kita akan keluar dari bumi dan mencari planet yang layak huni lainnya ketika populasi manusia mencapai batasnya atau bumi tak lagi layak tuk dihuni.

Nothing impossible :) Just make it closer to possible...












Sabtu, 22 September 2012

Menembus Batas



What’s wrong with falling down?
Because as long as you stand up it’ll be just fine
If you look up at the sky after falling down,
The blue sky is also today, stretching limitless and smiles to you
[One Litre Of Tears]

Tak semua hal di dunia ini bisa kita raih. Tetapi tak ada hal pula di dunia ini yang melarang kita untuk mencoba berusaha tuk meraihnya. Memang dengan izin Allah, tak ada yang tidak bisa. Tetapi tetap kadangkala ada batas ketika izin itu mungkin belum kita dapatkan di kesempatan yang sama.


You never know how close you are, so don’t stop till you can’t do anymore.

Itulah mernembus batas.
Batas yang bahkan kita sendiri tak tahu dimana
Dan itu takkan ada ketika kita tak lagi melakukan upaya, terlampau lelah berusaha dan menutup pintu harapan sebelum waktunya.
Orang yang berjaya adalah mereka yang selalu mencari peluang,
Sementara orang yang gagal selalu mencari alasan.

Ikite ne (Live On)
Zutto Ikite (Live On Forever)

Jumat, 31 Agustus 2012

Jalan Sang Pemenang





Mengubah segalanya...
Sang pemenang dengan apa yang didapatkannya...
Kebanggaan, kehormatan, kekayaan,
atau mungkin jabatan penting pun disandangnya..

Tetapi dahulu ketika jalan terjal berliku..
Menahan pandangnya jadi terpaku..
Bisakah aku? Bisakah Aku?”, ucapnya kaku..
Ia tahan harapnya walau kan harus membeku..

Karena dengan itu, semangatnya kan tetap menggebu
Diantara kejamnya jalanan terjal nan berdebu
Menggerus dada, menyayat kalbu
Namun, kan selalu ada jalan tuk sang pemenang, selalu, bagaimanapun itu



Keterbukaan era informasi membuat kita mendapatkan banyak hal dari dunia ini. Ada yang buruk, namun juga ada yang baik dan menginspirasi. Perlahan namun pasti, beberapa kisah sang pemenang silih berganti diungkap oleh media. Beberapa diantaranya sangat luar biasa. Karena bagi orang kebanyakan mungkin tidak bisa, dan tidak mungkin terlaksana. Namun nyatanya, jalan itu ada, dan atas izin Allah menuntun mereka ke pintu kemenangan yang tidak terduga.

Namun sejatinya yang penting bukan sekadar kisah mereka yang diangkat ke layar lebar, menghiasi layar kaca dan memenuhi kolom inspirasi media masa. Mereka yang berkisah pun tentulah juga ingin kisahnya bisa menggugah, bukan hanya membuat orang lain ikut kagum dan bangga. Betapapun banyaknya dan hebatnya kisah itu bisa jadi tak mengubah apa-apa. Padahal tak semua saudara kita di negeri ini bisa mengetahuinya. Masih banyak yang kurang beruntung dengan keterbatasan informasi di daerahnya. Sayang sekali bukan...?

Diantara jalan para pemenang, takkan lepas dari keberuntungan. Dan kebanyakan kita mungkin masih menganggap bahwa slogan “from zero to hero” benarlah cukup membutuhkan banyak keberuntungan. Tetapi pasti ada pengorbanan disana bukan?

Dengan kesungguhan, sesuatu yang tidak mungkin atau tidak bisa jadi sebaliknya. Banyak orang bijak demikian berujar. Tetapi kadang, memang susah melakukannya. Memang melihat para pemenang, ada sesuatu yang mereka miliki dan boleh jadi tak ada pada kita, yah kesungguhan itu.

"Apa harus menderita dulu baru gigih untuk maju le?"

Pertanyaan itu ada dari Bapakku. Aku terdiam tanpa menjawabnya. Dengan kondisi yang lebih baik, semua fasilitas ada, semua jadi kian mudah tentunya. Namun mengapa tak sesuai ya?

Sementara melihat para pemenang yang lahir dari ketiadaan seakan bagi mereka jadi mudah?

Apakah mereka hanya salah satu bentuk kuasa Allah dengan keajaiban yang diberikan-Nya?

Lalu, apakah harus menderita dulu? Apa harus from zero to hero?

Kenapa nggak bisa from fifthy to hero? atau bolehlah from hero to hero?


Ternyata semua kembali ke pribadi masing-masing kawan. Karena Allah tidak akan mengubah nasib kita, kecuali kita sendiri berperan dalam hal itu.

Yah, dengan apapun yang ada di sekitar kita, tetap kembali kepada kita sendiri akhirnya. 

Ketika kita bisa memanfaatkan apa yang ada di sekitar kita dengan baik, fasilitas, kekayaan, kemampuan lainnya,,,

Memanfaatkan dan menciptakan peluang dengan usaha kita yang tak kenal lelah,

Tentu dengan tak lupa dengan senantiasa mengharap ridho-Nya

Sudahkah mencoba? Karena mereka di luar sana mencobanya dan bisa... Lalu mengapa kita tidak bisa?
Semoga kita selalu dapat berpikir bahwa 

"Susah bukan berarti tidak bisa, maka mencoba kan selalu jadi langkah luar biasa :D "

aamiin.
Jangan lupa kawan, ternyata sejak awak kita adalah pemenang, sejak memenangi adu cepat menuju rahim Ibumelawan sperma-sperma lainnya. Sejak berjuang melawan maut sebelum hadir ke dunia di tengah angka kelahiran bayi di Indonesia yang masih rendah. Dan sejak fakta perjuangan lain yang kita miliki masing-masing. Sejak awal kita sudah menjadi pemenang, dan kenapa tidak kita lanjutkan?

 



Selasa, 28 Agustus 2012

Sarjana dan Profesionalisme


Catatan Geladi Part 2

Geladi adalah program kurikuler bagi mahasiswa yang telah menyelesaikan minimal 4 sks di Institut Teknologi Telkom.

Lumajang. Kota kelahiranku ini menjadi tempat geladiku. Memang berbeda dengan teman-teman lainnya yang berkesempatan merasakan geladi di kota-kota besar, aku mendapat kesempatan geladi di kota sendiri yang bisa dibilang kota berkembang, wkwkwk

Mungkin jika geladi di tempat lain bisa menikmati suasana kota, bertemu dengan perangkat-perangkat baru nan canggih, para pegawai berpengalaman dengan segudang gelar untuk membimbing di lapangan. Tetapi alhamdulillah, apapun yang kutemui selalu ada alasan untuk bersyukur kepada-Nya.

Aku geladi disini sendiri, jadi temanku berbagi hanyalah anak-anak SMK yang sebenarnya juga tidak mengerti apa yang sedang mereka kerjakan. *jeduuuar

Yeah maklumlah mereka rata-rata kelas 1 dan 2,,, masih ababil banget khan... Serunya jadi ikutan ngerasa a be geh lagi gitu wkwk. Kadang rada kasian juga ngeliat muka-muka mereka kayak ngeliat eksploitasi bocah yang dipekerjakan. Tetapi ada yang berbeda jika melihat kerja keras mereka, jika dibandingkan kenangan SMA saya yang mungkin terlalu santai. Padahal berapa lulusan SMA yang tidak bisa kuliah sementara tuntutan di luar sudah begitu tingginya?

It's about profesionalism

Disini (tempat geladi gue) peralatan yang ada juga terkesan memang berumur. Pengadaan baru segala hal memang diperketat, bahkan saat saya geladi pernah tuh ada pengadaan MSAN baru. Dan itupun ternyata cadangan MSAN dari daerah Surabaya Selatan. Jadi bukan barang baru.

Contoh lain misalnya masalah kabel nih. Entah kabel tembaga ataupun fiber optik semua tercatat rapi. Jumlah kabel yang diminta baru oleh Pekerja Operasional Jaringan (POJ), yakni mitra Telkom masalah jaringan harus sesuai dengan kabel rusak yang mereka setorkan. Padahal ada kalanya permintaan kabel baru lebih besar daripada kabel rusak yang disetor ke kantor. Karena pencurian misalnya. Entah dijadiin kawat jemuran atau benang layangan, pencurian kabel tembaga masih sering aja terjadi.

lautan kabel di Std Tempeh Lumajang

Untunglah pegawai Telkom memahami situasi yang ada di Telkom sekarang ini, yang tidak seadidaya dahulu kala. Meskipun beda area kerjanya mereka saling kooperatif tentang peralatan seperti itu. Mereka merasa satu tubuh, jadi saling membantu dan menguatkan meski beda daerah, ngga kenal dan ngga pernah ketemu. Mereka dipertemukan oleh satu hal, yakni profesionalisme kerja. Catat ini!


Dulu pernah ngira, Telkom yang notabene sebuah BUMN yang cukup terpandang pastilah diisi oleh banyak orang-orang bergelar hebat. Namun dari geladi ini saya baru sadar, bukan gelarlah yang menjamin kehebatan, namun profesionalismelah yang menciptakannya.
Yeah tidak semua yang duduk di jajaran Telkom Lumajang memang berasal dari dunianya. Mayoritas pegawai lama hanya lulusan SMA atau SMK. Tak semua mengenal konsep jaringan, transmisi dan telekomunikasi dari dosen mereka di bangku kuliah. Bahkan dari beberapa orang yang menduduki jabatan officer 2 ke atas (hingga 4) hanya posisi Asman saja yang mengenyam bangku perkuliahan.

Ketika mendapat penjelasan tentang teoretis selama geladi pun memang terkesan sekali mereka belajar dari lapangan, bukan dari buku-buku tebal perpustakaan. Bayangkan, betapa susahnya perjuangan mereka dahulu. Padahal dengan buku dan dosen yang ada pun terkadang mahasiswa prodi telekomunikasi masih mengeluh.

Menjalani pekerjaannya, hari demi hari serasa merangkak perlahan dari bawah. Dengan segala kompetensi tentulah pengabdian itu ingin diimbangi oleh apresiasi berupa kenaikan pangkat, jabatan dan tentunya gaji. Namun seorang sarjana bisa saja melampaui mereka. Tak perlu waktu mengabdi sepanjang mereka, seorang sarjana akan lebih mudah mendapatkan promosi di Telkom, begitu diungkap beberapa karyawan yang saya ajak berbincang.

Sarjana? Yeah, semacam kita ini. Dengan gelar ini, kita sebenarnya memiliki nilai lebih. Namun nilai itu bukan dari IPK kita saja yang membuat kita bisa lebih.

Dengan gelar, kita mungkin akan dipercaya menduduki jabatan lebih tinggi dari mereka, namun bukan gelar yang menjadikan kita bisa memimpin mereka. Mengarahkan orang-orang yang lebih senior berkecimpung di dunia kerja, lebih tua, lebih kaya pengalaman dan lain sebagainya.

One of we need, is profesionalism

Ketahuilah kawan, jika semua orang di Indonesia bisa mengenyam pendidikan tinggi. Belum tentu kita hari ini ada disini.
Maka bergeraklah atau kau akan tergantikan.
Sarjana atau bukan, profesionalisme bekal kuat dalam menghadapi persaingan





Sabtu, 18 Agustus 2012

Maaf

Diantara langkah demi langkah sejak saat itu..
Tangisku meledak-ledak memecah pilu ...
Kau lahirkan sesosok bayi mungil penuh cinta..

Dari rahimmu, wahai muslimah yang tak kenal menyerah...

Di saat seperti ini..
Kala takbir menggema ke segala sisi...

Kau kuatkan diri menahan sakitmu..
Meregang nyawa demi buah hati yang tlah lama dirindu..

Ketika malam takbir seperti ini, banyak hal yang masuk dalam pikiranku. Satu diantaranya, mengingatkanku atas peristiwa 5 April, sekitar 20 tahun lalu.

Seorang lelaki tampak kebingungan. Keringatnya bercucuran.Saat itu engkau hendak melahirkan. Sementara tak banyak uang ia punya karena pekerjaan tetap yang belum ada. Ia kesana kemari mencari pinjaman, alhamdulillah Ibumu memiliki tabungan dan sama sekali tidak keberatan membantu proses kelahiran cucu pertamanya.

"Operasi harus dilakukan!", kata Dokter, membuat suasana semakin tegang dan hanya bisa berdoa kepada Sang Penguasa Kehidupan.

"Tidak ada jalan lain. Proses kelahiran sudah terlalu lama. Posisi bayi sungsang dan susah untuk dilahirkan secara normal seperti biasa. ", tambahnya.

Lelaki itu tampak berkonsultasi dengan Ibumu, dan beberapa kerabatmu yang ada disana. Ia tak tega melihatmu yang tampak lelah berbaring terlalu lama.

"Lakukan Dok, bismillah", ucapnya dengan pasrah.

Sang dokter pun langsung melakukan tugasnya.

Malam itu pekik takbir terdengar membahana...
Maklumlah Ramadhan telah berada pada ujungnya..
Walau perjuanganmu jauh dimulai sebelum saat itu..
Semua terduduk dan bertakbir sembari menunggu operasimu berlalu.. 

 Dan akhirnya ...........................



"Alhamdulillah telah lahir putera pertama kami, pada hari Ahad, 5 April 1992, 1 Syawal 1412 H . Kami namai dia Muhammad Faizal Ramadhan, semoga menjadi anak yang shaleh, berbakti dan berguna bagi keluarga, agama, negara dan orang-orang sekitarnya", tulis lelaki itu dalam sebuah halaman buku catatannya.

Catatan : Pada tahun 1992 (1412 H), ada yang berhari raya Jumat (3 April) mengikuti Arab Saudi, yang Sabtu (4 April) sesuai hasil rukyat NU, dan ada pula yang Minggu (5 April) mendasarkan pada Imkanur Rukyat. 

Hingga akhirnya, bayi itu terus tumbuh dan tumbuh, hingga berkesempatan membaca catatan itu, dan menuliskan tulisan ini.

Ia kini sudah akan memasuki masa dewasa. Masa ketika kesulitan semakin kompleks dan mengisi dan ada di tiap detik-detiknya.

Namun ia masih rapuh. Dengan semua yang ada di hadapannya. Harapanmu bersama lelaki itu, mungkin tak bisa diwujudkannya. Belum! Sekarang, ia terus berjuang untuk menjadi harapanmu. Untuk membentuk  dirinya menjadi sosok yang shaleh, berbakti, dan berguna seperti mimpimu yang takkan berubah. Sedari dulu ketika berjam-jam menunggunya tak kunjung lahir dari rahimmu hingga kini ketika kau bersitkan rindu dalam doamu.

Maafkan aku ya Allah...
Beri aku kesempatan lebih...
Untuk wujudkan harapnya seperti dulu dan kini,,
Agar tiada sesal diri ini ada disini...

Jauhkan diri ini..
Dari setiap hal yang membuatnya kecewa dan sedih...

Kuatkan aku dalam jalan-Mu.. 
Wahai Sang pembolak-balik kalbu..









Rabu, 08 Agustus 2012

The Bureaucracy? Please, Cut it off


Catatan Geladi Part 1



“Dari kampus mana mas?”

“IT Telkom, Pak”, jawabku lugas.

“Oh STM Telkom. Coba cek apa ada surat magang dari STM?”, jawabnya menyuruh seorang karyawan.

“STM? please deh”, ujarku dalam hati. Tidak berani menyela.

“Ngga ada Pak”, jawab seorang lelaki. Rambutnya putih, tampak lebih tua dari orang gemuk yang sedari tadi kutemui, namun sepertinya ia bawahannya.

“Dari kampus mana tadi?”

“Institut Teknologi Telkom”, jawabku jelas.

“Diman` itu? Surabaya atau Purwokerto?”

oh meeen.. “Di Bandung Pak, mendengar kata Bandung kuucapkan rasanya gimana gitu. Seluruh mata di ruangan langsung tertuju padaku *Masha Allah hehe

“Gini aja, surat copian dari kampusnya diperlihatkan saja Dik?”

“Surat?”, tanyaku bingung,“ngga ada surat apa-apa Pak. Dari kampus sudah dikirim harusnya”, tambahku.

“Hmm, Kok ngga ada ya? Biasanya yang magang dari kampus manapun selalu ada surat keterangan gitu”

“Tetapi dari kampus katanya saya tidak perlu surat apa-apa gitu Pak, langsung menghadap ke kantor Telkom untuk geladi di Divisi Akses”

“Ngirimnya kapan?”

“Kalau tidak salah sudah seminggu lalu, lebih malah”, jawabku pake tampang meyakinkan.

“Kalau tidak ada suratnya kami ya mohon maaf tidak berani menerima adik magang disini sementara waktu. Mungkin bisa minta ke kampusnya dulu Dik”

Fiuuh, aku menghela nafas. Ishh kok gini sih, “Sebentar Pak, saya telpon dosen saya dulu”
Langsung menghubungi dosen pembimbing namun tidak disuruh langsung menghubungi Bu Endang (koordinator geladi 2012 atau Pjnya lah ya hehe)

“Saya lagi rapat, 10 menit lagi nelpon lagi ya”, ujar beliau. Aku sendiri jadinya ngga enak ngerepotin banyak orang. Sementara disini dikira selundupan. Duh rempong bgt gw wkwkkw


“Ditunggu saja Dik, santai” ujar Bapak tadi. Kami pun berbincang-bincang. Dari situ pula ku tau namanya Pak Ali, posisinya Commerce Officer.

Akhirnya aku berhasil menghubungkan Pak Ali dengan Bu Endang. Pak Ali tampak bersikap ramah, “ishh to the point aja Pak, jangan lama-lama Pak, pulsakuuuu”, teriakku dalam hati.

*oia aku lupa cerita. Hal yang bikin ngakak tuh, instruksi kampus sebenernya dsruh ganti kartu jadi Telkomsel lho ketika geladi. Tapi punyaku.... olalaa haha

"Oh STT ya", sekilas terdengar dari Pak Ali dengan Bu Endang.

"Haduuh daritadi harusnya pake nama STT", sesalku

Pak Ali tampak masih bercakap-cakap dengan Bu Endang. Sekilas terdengar, suratnya sudah dikirim ke HR dan Diva Area. Dan ternyata Lumajang, tempatku geladi nih, Hrnya ikut Malang sementara Diva ikut Area Pasuruan.

JeduaaaaaaaarJadi suratnya nyangkut dimana. Derita geladi di kota kecil,

*Tapi ini desaku yang tercinta, pujaan hatiku. Tempat Ayah dan Bunda, dan handai taulanku. Nah kok nyanyi xixixixix

“Jangan ditelantarkan ya Pak mahasiswa kami” ujar Bu Endang. Kata-kata yang begitu melegakan ketika tak sengaja terdengar.

“Ohh tenang Bu, STT khan juga milik Telkom juga” balas Pak Ali diikuti candaan sebelum akhirnya mengakhiri pembicaraan.

Sementara seorang laki-laki muda tampak mendatangi meja bundar tempat kami berdiskusi.

“Ada apa ini Pak?”, tanya beliau.

“Ini adik ini magang tetapi katanya dari kampusnya belum ada surat izin magangnya. Tampaknya masih nyangkut entah di Malang atau Pasuruan ”, celetuk Pak Ali.

 “Kebetulan sekali Pak Bhayun ini juga alumni STT Dik”, tambahnya.

“Iya, saya angkatan pertama”, akunya,” Bhayun”, sahutnya sambil mengulurkan tangan.

“Faizal Pak”, balasku sambil berjabat tangan juga.

kereeen,, alumni kampus ngapain disinii...

“Oh ini buku geladinya ya?”

“Iya Pak.”

“Geladi satu apa geladi dua?”

“Geladi satu Pak”.

“Ya sudah kalau gitu. Ga usah nunggu surat segala deh, biar maksimal dan samean bisa geladi ngga ditunda-tunda karena nunggu suratnya.”

ohhhhhhhhhhhhhhhh meeeen, alhamdulillah akhirnyaaaaaaaa

“Biar saya antar adik ini ke Diva dan tempat-tempat yang ada Pak”, kata Pak Ali.

“Oh iya silahkan”.

Yeayyy

Geladi mode start.

Bye birokrasi, bikin riweuh wae 


*ternyata Pak Bhayun adalah Asisten Manager Telkom Lumajang. Kok cuman asisten? Lalu bukan boznya donk?
Penasaran? Cekidot terus catatan geladi :)

Minggu, 05 Agustus 2012

Jangan Hanya Mendekat, Tapi...




Ramadhan tiba. Bulan penuh berkah dari Allah untuk kita semua.  Diantara bulan-bulan lainnya ialah satu yang teristimewa. Pahala dilipat ganda, sementara segala rangkaian ibadah kan lebih mudah mendekatkan diri kita kepada-Nya.


Dari mulai bangun kita sudah menyiapkan diri berpuasa dengan menyantap sahur, berlanjut dengan shalat shubuh. Selanjutnya, seiring perut yang kosong detik-demi detik selalu teringat bahwa kita sedang berpuasa, menunaikan perintah-Nya. Shalat fardhu dan berbagai ibadah sunnah yang ada, silih berganti hingga waktu akhirnya tiba berbuka. Tak sampai disitu saja, sepertiga malam untuk tarawih, subhanallah begitu luar biasa kedekatan dengan Sang Maha Pencipta.

“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), sesungguhnya Aku qoriib (dekat). Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepadaKu” (QS. Al Baqarah: 186)

Mendekat. Menjadikan setiap langkah kita selalu diiringi dengan kemantapan karena kedekatan dengan Sang Khalik. Begitu sajakah? Sahabat, terkadang kita melupakan potensi yang kita bisa peroleh dari kedekatan itu dengan Allah Swt. Kita bisa berdo'a, meminta, memohon dan mengharap belas kasih dari Sang Maha Kuasa. 

"Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: "Ada tiga orang yang doa mereka tidak ditolak oleh Allah: orang yang berpuasa sampai dia berbuka, pemimpin yang adil, dan doanya orang yang terzalimi)) HR Ahmad dan yang lainnya dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban. 


Apa yang kita lakukan?

Lepas tarawih, shalat malam kita di bulan Ramadhan...
Usai shalat fardhu, yang sebenarnya juga waktu yang diijabahnya do'a ...
Di detik demi ketik ketika kita berpuasa ketika kita senggang..


Jangan sia-siakan kedekatan kita dengan-Nya
Yuk berdo'a...


Karena dengan do'a, takdir kita juga bisa berubah.