Halaman

Assalamualaikum, welcome

Sebuah eksplorasi hati...

Kamis, 15 November 2012

“Belum saatnya”. Belum!



Perlahan seiring waktu berjalan, jarak pun memangkas dirinya perlahan. Kesibukan yang sama. Tempat yang sama. Dan intensitas pertemuan akhirnya dengan sendirinya bertambah.

Allahu robbi,
Aku enggan menyalahkanmu. Namun dengan situasi ini yang kan terus berlalu, bagaimanakah nasib amanah yang nantinya kan kupertanggungjawabkan kepadamu?
---------------------------------------------------------------------------------------------

Semua bermula seperti biasa bagi Arfan. Biasa. Tak satupun istimewa ketika pertama kali bertemu dengannya. Kala itu hijab menjadi batasannya. Untunglah, sungguh.
Sebuah dauroh untuk mentaarufkan pengurus. Antara yang baru dan lama, agar lebih menyatu dalam jalinan ukhuwah. Dari situlah ia mengetahui namanya, dan tak lama berlanjut dengan pertama kali mendengarkan suaranya.
Plotting divisi dilakukan. Kombinasi musyawarah dan keputusan ketua memutuskan detail amanah yang ke depan akan diemban. Arfan dan semua wajah baru di lembaga itu penuh antusias menyimak penjelasan Kak Dedy, sang ketua organisasi.

Dan hasil keputusan itulah yang membuat cerita ini bermula. Arfan ditempatkan sedivisi dengannya, sosok yang bahkan sejak awal ia hanya tahu dari dauroh pertama para calon pengemban dakwah. Namun sosok itulah yang berbeda dari yang lainnya. Sungguh berbeda.

---------------------------------------------------------------------------------------------
 “Teman-temanku yang dirahmati oleh Allah, Insha Allah kita akan berjuang bersama dalam sebuah bidang kerja organisasi ini. Selama satu periode kepengurusan ini, Insha Allah pasti akan banyak yang kita lalui. Ketika kita berani mengambil langkah tuk memulai, pasti teman-teman juga tahu ke depan jalan ini tak akan mudah. Boleh jadi berliku, berkelok, dan bergelombang. Namun tetap saja pasti akan bermuara. Sampai saat itulah kita harus tetap bersama, saling menyokong satu dengan yang lain, bersatu, menguatkan dan menghadapinya bersama”, ujarnya dengan nada penuh cita-cita besar ke depannya.

Kak Rio adalah sosok ketua departemen yang supel. Ia mampu mencairkan es batu yang masih keras diantara para muka baru, pejuang peradaban. Tak terkecuali Arfan. Ia sedikit demi sedikit belajar. Sesuai kata Kak Rio, setelah semua saling mengenal, mengetahui maka dapat dilanjutkan tuk mencoba menyamakan kesepahaman. Dari situlah benih militansi akan ditanam, dipupuk dan berbuah kekuatan .
---------------------------------------------------------------------------------------------
Sayup-sayup terdengar suaranya dari bilik hijab yang ada. Ia memang akhwat yang aktif, dan kritis. Walaupun sama-sama bermula, Arfan melihatnya lebih kontributif menyumbangkan gagasan untuk program kerja yang ada. Ini syuro yang kesekian kalinya, setelah penentuan program kerja dan kini tinggal eksekusi dan pendalaman saja.

Semua tampak menyatu. Brainstorming kata Kak Rio istilahnya. Memunculkan berbagai ide dari setiap orang yang ada. Dari mulai yang serius, fokus, hingga nyeleneh dan super aneh.

“Tak apa nyeleneh, dari situ bisa memicu ide lain yang lebih baik”, rekam kata-kata kak Rio oleh Arfan.

Itulah yang membuat Arfan tak segan mengungkapkan apa yang ada di benaknya. Dan ternyata dari sekian idenya, semua diluruskan olehnya. Sosok di balik hijab yang cerdas dan perlahan mulai terkesan mempesona.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Bertukar pesan di telpon genggam .
“ Kak Rio sedang berhalangan nih. Aryo juga.”
“Jadi gimana? Kak Shelly dan Arini juga sama”.
“Tetapi tetap harus selesai khan?”
“Iya. Yaudah kita syuronya di facebook saja ya, ngga enak cuma berdua khan”
“Okedeh”
Percakapan itu dimulai. Menggunakan jejaring sosial yang ramai dipakai. Tak ada kekhawatiran semula. Arfan hanya membicarakan tentang tugas divisinya. Demikian pula dengannya. Tampaknya ia lebih pandai menjaga fokusnya. Untunglah, karena dunia maya ternyata membuat Arfan tak lagi sestabil sebelumnya.
“Selesai disini saja. Jika tidak ada lagi yang perlu didiskusikan, afwan”, ketiknya mengakhiri.
“Kok dia jadi sewot gitu? Apa yang salah dengan kata-kataku”, pikirnya penuh tanda tanya.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Dunia maya bukanlah dunia yang membebaskan kita dari apapun, termasuk tanggung jawab terhadap apa yang kita lakukan di dalamnya. Namun terkadang, ia begitu melenakan.
Klik dan klik, lanjut klik dan klik.
Seketika ia bisa melihat fotonya. “Subhanallah”, gumam singkat Arfan melihat foto-foto lama di akun facebooknya. Tak semua disembunyikan. Bisa ditelusuri. Tunggu, demi apa ia lakukan ini. Untuk apa?
Arfan berhenti.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Lain waktu.
“Ah sekali doank apa salahnya?”

Klik dan klik, “wah ternyata ia penggemar Detective Conan juga, sama donk”

“Lalu kalau sama memang kenapa?”

Arfan berhenti.

---------------------------------------------------------------------------------------------
Terkadang kita tak menyadari hal kecil yang kita lakukan. Bermula sekadar keisengan. Namun ujungnya bisa keseriusan. Hingga prinsip dan tujuan awal dapat terancam kan terlupakan.
Berdebar. Arfan kini mulai menyadarinya. Ini akibat ulahnya. Ulah kecilnya. Ulah kecilnya yang bermula dari keisengan belaka.

Membuka akunnya, melihat fotonya, melihat profilnya, hingga terbesit menyimpan fotonya. Perlahan melihatnya setiap waktu. Hingga akhirnya mengagumi hal yang belum saatnya ia perlu. Dan bahkan kini sampai ingin memiliki?
“Astaghfirullah”, sesalnya.
Berdebar. Setiap kali sosok itu muncul di hadapan. Apa yang harus ia lakukan? Egonya bisa memberontak dan amanah bisa terancam. Mana profesionalisme yang awal bersama telah komitmen hendak dicapai bersama? Hilangkah? Semukah oleh rasa yang belum sepantasnya ada?
---------------------------------------------------------------------------------------------
Suatu ketika, Arfan membaca artikel dari http://ukhti-shalihah.com/lelaki-shalih-itu/
Sebuah cerita tentang lelaki shaleh menurut seorang akhwat.

------------------------------

Di mataku, lelaki shalih adalah lelaki sederhana,tawadhu,sabar,dan tentu saja baik pemahaman agamanya. Kalau menurut akhwat lain, mungkin bisa berbeda-beda kan?

Keshalihan seorang akhwat,juga bisa menentukan kriteria apa saja yang harus dimiliki sang ikhwan,hingga bisa menjadi imam yang ia butuhkan..
Seorang akhwat hafidzah boleh dan bisa dipastikan,pasti mengharapkan seorang ikhwan yang hafidz juga sebagai suaminya…^^

Lelaki Shalih itu…Ya,tentang sosok lelaki shalih..
Apakah antum sudah cukup shalih?sehingga merasa pantas mendapatkan seorang akhwat shalihah itu..
Ya,cobalah tengok disekitar antum,pasti ada banyak akhwat yang begitu shalihah dan begitu anggun dalam balutan jilbabnya, kiprahnya dalam dakwah semakin memancarkan pesonanya…

Pernah mengagumi seorang akhwat seperti itu? mungkin saja,dan saya menduga antum bisa jadi pernah atau bahkan sekarang malah sedang merasakannya?^^ Bagi antum yang masih sendiri (belum menikah) bisa jadi kekaguman itu menjadi sesuatu yang begitu mengusik hati..
Ya gak sih? saya sok tau nih..
hehehe

Apa antum tahu?sebenarnya akhwat juga begitu lho..
Jangan salah kira,sikap diam para akhwat berarti mereka tak peduli ato malah mati rasa..
#haduuh

***^^***

“ada beberapa hal yang perlu diluruskan tentang interaksi kita akhi” kata seorang akhwat berbalut jilbab ungu itu dengan pandangan semakin tertunduk..

“ada apa ukht? adakah yang salah dengan sikap ana selama ini?” tanya ikhwan di hadapan akhwat itu..

“ya,banyak..
Tapi mungkin antum selama ini tidak menyadarinya…”

“apa itu ukhti? bisakah anti jelaskan,agar ana lebih paham”

“tolong akhi,bersikaplah lebih bijak di depan ana,mugkin antum merasa sikap antum biasa saja, tapi tidak bagi ana…afwan” suara akhwat itu kian tercekat..

***^^***

Antum pernah “dibegitukan” sama akhwat? kalo iya, berarti memang ada yang perlu diperbaiki dari sikap antum sekalian..

Bukan menggurui..
Tapi,ini berdasarkan pengalaman pribadi yang cukup mengusik dulu..

Taukah akhi? tiap senyum kalian,kalimat-kalimat sapaan bernada perhatian dalam sms dari kalian,mungkin antum anggap itu hal biasa..
Tapi apa iya bagi mereka,akhwat yang hatinya begitu peka..
Bisa jadi semua yang berasal dari antum bukannya menguatkan,tapi justru hanya akan semakin mengganggu dan menggoyahkan imannya..
Ia, yang awalnya begitu ikhlas berdakwah bisa jadi karena perhatian kalian,niatnya jadi terkotori..
Karena memang fitrah wanita,yang sebenarnya suka dipuji,walau tak semua begitu..

Taukah antum? bahwa hati seorang wanita itu begitu lembut? sedikit saja antum taburkan “benih”, bila ia terus menyiraminya maka benih itu akan tumbuh kian subur di hatinya..
Betapa kasiannya bila ia, hampir tiap malam teringat padamu akhi, ikhwan yang belum tentu jadi imam baginya…

Lalu? apa yang harus antum lakukan? ahh,rasanya saya tak perlu menjelaskan karena saya tau,antum semua jauh lebih paham..

Hanya saja,saya ingin berpendapat dari sudut pandang seorang akhwat..
Seorang ikhwan yang shalih tak akan pernah berkata “ukhti..ana mengagumi anti, bahkan ana telah jatuh cinta pada anti, maukah anti menunggu sampai ana siap mengkhitbah anti?”

Ya..
Lelaki shalih tak akan berkata begitu..
Apakah antum tau apa efek dari pertanyaan itu? 
Bisa jadi, hati akhwat itu kian rapuh..
Apa antum tega? membuatnya menunggu dalam ketidakpastian? Karena sebelum akad nikah,segala hal masih bersifat tidak pasti bukan? 
Apalagi bila kita hanya bergantung pada hati seorang anak manusia yang tiap detiknya bisa terbolak balik..
Betapa kasian ia ketika harus berharap pada sesuatu yang belum jelas ujungnya…

Lelaki shalih seharusnya ketika ia jatuh cinta, maka ia akan menyimpan sendiri perasaan itu rapat-rapat dalam hatinya dan hanya mengizinkan Allah saja yang tahu..
Ia akan terus memperbaiki diri hingga siap dan pantas untuk mengkitbah akhwat itu pada saat yang tepat..
Dan lelaki shalih akan berkata “ukhti,mungkin ana bukanlah lelaki yang sempurna keshalihannya…
Tapi ana hanyalah seorang laki-laki yang selalu berusaha menjadi lebih baik dan ingin segera digenapkan diennya hingga sempurna, maka maukah anti menjadi akhwat penggenap dien ana itu?”

Ya,lelaki shalih tak kan pernah meminta untuk menunggu..
Ia hanya akan mengambil kesempatan atau akan berkorban mempersilahkan saudaranya yang lain..
Seperti kisah Ali bin Abi Thalib dan Fatimah..

Akhi…bisakah ana minta tolong? tolong jaga saudari-saudari ana yaaa..
Jaga hati mereka, hingga tetap utuh sampai antum bisa mempersuntingnya dalam sebuah Mitsaqan Ghalidza itu^^


----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terhenyak. Arfan tak bisa berkata apa-apa lagi.

Belum saatnya, belum!
Sementara diri ini masih perlu banyak berbenah, bagaimanakah pantas mengharap sosok pendamping yang sepertinya?
Belum saatnya, belum!






November 15, 2012
Raffa Muhammad

--------------------------
Sumpah ini cuman fiksi. Siapapun yg baca ambil positifnya ngga usah dihubungin ama penulisnya okeee :D











Tidak ada komentar: