Jika sudah demikian lalu bagaimana? Mengikuti bagaimana arus membawa? Lalu bagaimana dengan deretan cita-cita, amanah dan cinta mereka yang selalu percaya?
Sesekali membayangkan momen pertanggungjawaban nanti pasti pedih. Sangat pedih. Tak bisa berkata-kata. Ingin membela, namun tak kuasa hati melakukan pembenaran karena memang tak ada kebenaran kecuali pembenaran dalam jalan ini.
Duhai Allah, sedih rasanya menjadi satu dari sekian banyak di luar sana orang-orang yang kehilangan harapan, hingga melakukan pembenaran demi pembenaran atas yang mereka kerjakan. Perlahan, hati kecil pun serasa terbungkam. Hingga kebenaran semakin jauh tenggelam, tak lagi ingin tampak ke permukaan.
Kebenaran itu kian jadi abstrak. Menjadi coretan saja yang tak lagi dimasukkan dalam buku perjalanan ini.
Tiba-tiba sosok itu datang. Ia katakan, "Allah maha luas karunianya, begitu pun pintu maaf dan taubat-Nya untuk hamba-Nya".
Mengangguk perlahan. Seraya menjawab pelan, "Aku tahu itu"
"Tidak engkau tak tahu apapun!", sosok itu menunjukkan gelagat tak ramah.
"Aku tahu kok".
"Tidak, kau sama sekali tak tahu", teriaknya murka. "Masalahnya, diantara pintu-pintu itu maukah kau mencarinya? Beranikah kita memasukinya dan tak kembali lagi keluar darinya? ". Dan ia pun membuang muka, kembali ke cermin.
-----------------------------------------------------------
Waktu tak terasa berjalan. Dan perlahan, dosa-dosa ini membukit. Dan tercipta perbukitan hingga mungkin sudah menjadi gunung. Ah sudahlah, tak berani bersuudzon pada-Nya. Karena bagaimanapun Dia-lah satu-satunya tempat berharap. Bagaimanapun!
Awalnya mulai dari yang kecil. Seperti di teori. Dan perlahan teori itu kembali menunjukkan kebenaran. Berlama-lama disana, munculkan kenyamanan. Al Quran sudah perlahan ditinggalkan. Shalat malam mulai terlupakan. Bahkan shalat fardhu jadi keteteran. Parah jika kenyamanan itu dianggap kenikmatan yang Allah ridhoi. Parah!
Diantara dosa-dosa yang besar, pastilah menyepelekan dosa kecil adalah salah satu diantara hal yang membuatnya jadi besar. Logis.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Halaqoh Tahfizh saat itu, Allah mempertemukan dengan Ust Ami. Seorang pimpinan Pondok Pesantren Tahfizh dari Baleendah
"Ustadz, saya merasa terlalu banyak dosa untuk tilawah. Ngerasa tidak pantas memegang kitab Allah yang suci ini", kataku saat itu.
"Justru ketika kita merasa jauh dari Allah, harusnya makin banyak tilawah. Al Quran bukan diturunkan untuk orang-orang suci, namun untuk mereka yang senantiasa ingin mensucikan diri"
dimalam penuh bintang
di atas sajadah yang kubentang
sedu sedan sendiri
mengaduh pada Yang Maha Kuasa
betapa naif diriku ini hidup tanpa ingat pada-Mu
urat nadi pun tahu aku hampa..
di malam penuh bintang
di bawah sinar bulan purnama
kupasrahkan semua
keluh kesah yang aku rasa
sesak dadaku
menangis pilu
saat ku urai dosa-dosaku..
dihadapan-MU ku tiada artinya............
doa kalbu tak bisa aku bendung
deras bak hujan di gunung sahara
hatiku yang gersang........
terasa oleh tenteram...
hanya Engkau yang tahu siapa aku
tetapkanlah seperti malam ini
sucikan diriku selama-lamanya.......
DOA KALBUKU......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar