Halaman

Assalamualaikum, welcome

Sebuah eksplorasi hati...

Minggu, 09 Januari 2011

Ketika Tersungkur Tanpa Busur


Sebuah Curahan Hati Motivasi
By Raffa Muhammad


Ingatlah ketika kau disini
hendak berlari tanpa kaki
ingin melihat tanpa mata
mendengar tanpa telinga si samping kepala

Dan apakah yang kau dapat kawan?
Kala berharap tanpa suatu tuk diusahakan
Saat menanti tanpa kepastian
Ketika berjuang tanpa kejelasan kemenangan



Secara teroritis, semua kemampuan yang diwariskan secara genetika sering disebut bakat atau talenta. Ibarat jika ingin memanah, itulah busurnya yang bisa kita jadikan modal. Sebuah modal untuk menarik sebuah minat dan kesungguhan, membantu kita mengaruhi lika liku yang akan penuh kita hadapi dalam sebuah kehidupan.

Sulit memang saat kita merasakan tidak memiliki sesuatu yang istimewa dalam diri kita. Bukan sebagai bentuk representasi tidak bersyukur terhadap apa yang ada, tapi ada hal lain dimana kita harus fokus tentang apa yang akan kita lakukan di masa mendatang. Di saat itulah jika memang bidang yang kita masuki sesuai dengan bakat kita tentunya semua akan berjalan lebih mudah.

Apalagi jika dari bakat itu dibarengi dengan minat kita di bidang yang sama. Jadilah sebuah kombinasi minat-bakat yang akan menjadi busur kita tuk menarik anak panah, membidik target masa depan yang ingin kita dapati. Melipatgandakan segala motivasi yang akan menjadi saksi, perjuangan meraih mimpi dengan penuh kesungguhan hati.

Tapi bagaimana kita mengetahui busur itu? Dimanakah letaknya dalam diri ini? Sementara berbagai tes minat-bakat yang seringkali digelar pun tak berguna banyak. Tak efektif tuk mengetahui bagaimanakah wajah masa depan yang diri ini sebenarnya ingin dapati. Bahkan terkadang hanya waktu yang bisa menjadi pelipur penasaran tentang jati diri.

Kesuksesan itu 99% hasil keringat, 1% dari bakat.

Itulah yang selama ini ingin selalu ku pegang. Buah kerja keras yang akan mengubah jalan masa depan. Sebuah pengharapan yang dibarengi usaha mati-matian. Tanpa bakatpun tak mengapa, karena minat akan melahirkan motivasi berlipat walau hanya disertai do’a dan kesungguhan usaha.

Tapi kadangkala memang pasang surut tak terbendung. Saat kesulitan datang sebagai jawaban agar terus menempa diri, aku justru menjadi satu dari beberapa orang di dunia yang tak merasa memiliki bakat. Dari situlah keinginan menentukan minat pun seringkali tersendat. Apalagi dibarengi dengan kekurangan sebagai pribadi yang dalam menentukan pilihan digelayuti kebimbangan yang amat sangat. Jadilah lingkungan tak bisa dilepaskan sebuah keputusan dibuat.

Bahkan aku pun menetukan masuk Teknik Telekomunikasi dalam keputusan sesaat. Tepat saat mendaftar ulang secara online di depan komputer. Hanya karena tergiur kesuksesan Paman, dengan gaji melimpah yang berujung dukungan penuh keluarga memasuki bidang yang sama.

Tapi apa, Indeks Prestasiku di semester awal hanya berkisar dua koma. Aku harusnya pulang membawa sebuah kemenangan. Tapi kekalahan yang tak sedikitpun ku janjikan mengikutiku sekarang. Apalah ini artinya? Saat awal-awal begini yang hanya mempelajari dasar aku sudah tersungkur. Apa yang terjadi nanti saat sudah mulai menghadapi rintangan sesungguhnya? Matikah? Terkapar tanpa daya tuk kembali merajut harap keluarga? Jujur aku sudah ragu bisa bertahan. Bertahanpun hanya akan menghasilkan sebuah hasil pas-pasan. Tak cukup bisa tuk disandingkan dengan 22 juta per tahun yang harus orang tuaku keluarkan.

Aku bingung. Siapakah yang harus disalahkan? Apa yang patut disalahkan? Aku sudah berjuang. Tapi hanya berujung kekalahan. Tapi bukan berakhir disini kisahku bukan? Pastinya iya, demikian pula semangat kedua orang tuaku yang masih mempercayaiku tuk kembali meneruskan perjuangan di bidang serupa. Tak peduli apakah aku tak berbakat, tak cocok ataupun tak bisa menjadi kelompok atas di bidangku ini. Selagi masih bisa bertahan, apapun hasil yang didapatkan mereka yakin bahwa itulah yang terbaik dan pantas tuk ku dapatkan.

Aku memang jatuh tersungkur
Setelah sekian membidik tanpa busur
Tapi sekarang aku tlah cukup terlelap dalam tidur
Sudah waktunya kembali membentang peluang tuk diukur
Menebar jala tuk dituai nanti di akhir umur


Memang sangat riskan jika menyadari modal yang kita punyai tidaklah sebanding dengan hambatan awal yang sempat membuat kita tersungkur. Kita boleh jatuh, tapi segera pula bangkit dari keterpurukan. Sebagaimana Thomas Alva Edison yang harus berjuang ratusan kali tanpa kenal menyerah hingga berhasil menemukan bola lampu dengan kawat Wolfram yang cocok, dan juga berbagai perjuangan lain di sekitar kita.

Lalu bagaimana dengan modal berupa bakat itu tadi yang tak dimiliki? Entahlah, tapi tak bijak kiranya jika bakat yang tak dimiliki menjadi alasan tuk menjadi malas berusaha, tuk menjadi takut bersaing, tuk menjadi segan tampil. Biarlah mereka dengan bakatnya, toh itu seua karunia. Dan kita dengan apa yang kita miliki dalam diri ini. Sedikitpun yang kita miliki baik berupa kepintaran maupun keahlian, akan sangat berharga jika itu bisa kita maksimalkan. Jadilah kita memiliki bakat, yaitu bakat berupa karunia keteguhan hati tuk tetap gigih berusaha, tanpa kenal lelah melangkah hingga tak sanggup lagi diri ini berdaya.




Tidak ada komentar: