Perlahan seiring waktu berjalan, jarak pun memangkas dirinya
perlahan. Kesibukan yang sama. Tempat yang sama. Dan intensitas pertemuan
akhirnya dengan sendirinya bertambah.
Allahu robbi,
Aku enggan
menyalahkanmu. Namun dengan situasi ini yang kan terus berlalu, bagaimanakah
nasib amanah yang nantinya kan kupertanggungjawabkan kepadamu?
---------------------------------------------------------------------------------------------
Semua bermula seperti biasa bagi Arfan. Biasa. Tak satupun
istimewa ketika pertama kali bertemu dengannya. Kala itu hijab menjadi
batasannya. Untunglah, sungguh.
Sebuah dauroh untuk mentaarufkan pengurus. Antara yang baru
dan lama, agar lebih menyatu dalam jalinan ukhuwah. Dari situlah ia mengetahui
namanya, dan tak lama berlanjut dengan pertama kali mendengarkan suaranya.
Plotting divisi dilakukan. Kombinasi musyawarah dan
keputusan ketua memutuskan detail amanah yang ke depan akan diemban. Arfan dan
semua wajah baru di lembaga itu penuh antusias menyimak penjelasan Kak Dedy,
sang ketua organisasi.
Dan hasil keputusan itulah yang membuat cerita ini bermula. Arfan ditempatkan
sedivisi dengannya, sosok yang bahkan sejak awal ia hanya tahu dari dauroh
pertama para calon pengemban dakwah. Namun sosok itulah yang berbeda dari yang
lainnya. Sungguh berbeda.
---------------------------------------------------------------------------------------------
“Teman-temanku yang
dirahmati oleh Allah, Insha Allah kita akan berjuang bersama dalam sebuah
bidang kerja organisasi ini. Selama satu periode kepengurusan ini, Insha Allah
pasti akan banyak yang kita lalui. Ketika kita berani mengambil langkah tuk
memulai, pasti teman-teman juga tahu ke depan jalan ini tak akan mudah. Boleh
jadi berliku, berkelok, dan bergelombang. Namun tetap saja pasti akan bermuara.
Sampai saat itulah kita harus tetap bersama, saling menyokong satu dengan yang
lain, bersatu, menguatkan dan menghadapinya bersama”, ujarnya dengan nada penuh
cita-cita besar ke depannya.
Kak Rio adalah sosok ketua departemen yang supel. Ia mampu mencairkan es batu
yang masih keras diantara para muka baru, pejuang peradaban. Tak terkecuali
Arfan. Ia sedikit demi sedikit belajar. Sesuai kata Kak Rio, setelah semua
saling mengenal, mengetahui maka dapat dilanjutkan tuk mencoba menyamakan
kesepahaman. Dari situlah benih militansi akan ditanam, dipupuk dan berbuah
kekuatan .
---------------------------------------------------------------------------------------------
Sayup-sayup terdengar suaranya dari bilik hijab yang ada. Ia
memang akhwat yang aktif, dan kritis. Walaupun sama-sama bermula, Arfan
melihatnya lebih kontributif menyumbangkan gagasan untuk program kerja yang
ada. Ini syuro yang kesekian kalinya, setelah penentuan program kerja dan kini
tinggal eksekusi dan pendalaman saja.
Semua tampak menyatu. Brainstorming kata Kak Rio istilahnya.
Memunculkan berbagai ide dari setiap orang yang ada. Dari mulai yang serius,
fokus, hingga nyeleneh dan super aneh.
“Tak apa nyeleneh, dari situ bisa memicu ide lain yang lebih
baik”, rekam kata-kata kak Rio oleh Arfan.
Itulah yang membuat Arfan tak segan mengungkapkan apa yang
ada di benaknya. Dan ternyata dari sekian idenya, semua diluruskan olehnya.
Sosok di balik hijab yang cerdas dan perlahan mulai terkesan mempesona.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Bertukar
pesan di telpon genggam .
“ Kak Rio
sedang berhalangan nih. Aryo juga.”
“Jadi gimana?
Kak Shelly dan Arini juga sama”.
“Tetapi
tetap harus selesai khan?”
“Iya. Yaudah kita syuronya di facebook saja ya, ngga enak cuma berdua khan”
“Okedeh”
Percakapan
itu dimulai. Menggunakan jejaring sosial yang ramai dipakai. Tak ada
kekhawatiran semula. Arfan hanya membicarakan tentang tugas divisinya. Demikian
pula dengannya. Tampaknya ia lebih pandai menjaga fokusnya. Untunglah, karena
dunia maya ternyata membuat Arfan tak lagi sestabil sebelumnya.
“Selesai
disini saja. Jika tidak ada lagi yang perlu didiskusikan, afwan”, ketiknya
mengakhiri.
“Kok dia
jadi sewot gitu? Apa yang salah dengan kata-kataku”, pikirnya penuh tanda
tanya.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Dunia maya
bukanlah dunia yang membebaskan kita dari apapun, termasuk tanggung jawab
terhadap apa yang kita lakukan di dalamnya. Namun terkadang, ia begitu
melenakan.
Klik dan
klik, lanjut klik dan klik.
Seketika ia
bisa melihat fotonya. “Subhanallah”, gumam singkat Arfan melihat foto-foto lama
di akun facebooknya. Tak semua disembunyikan. Bisa ditelusuri. Tunggu, demi apa
ia lakukan ini. Untuk apa?
Arfan
berhenti.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Lain waktu.
“Ah sekali
doank apa salahnya?”
Klik dan klik, “wah ternyata ia penggemar Detective Conan juga, sama donk”
“Lalu kalau sama memang kenapa?”
Arfan berhenti.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Terkadang
kita tak menyadari hal kecil yang kita lakukan. Bermula sekadar keisengan.
Namun ujungnya bisa keseriusan. Hingga prinsip dan tujuan awal dapat terancam
kan terlupakan.
Berdebar.
Arfan kini mulai menyadarinya. Ini akibat ulahnya. Ulah kecilnya. Ulah kecilnya
yang bermula dari keisengan belaka.
Membuka akunnya, melihat fotonya, melihat profilnya, hingga terbesit menyimpan
fotonya. Perlahan melihatnya setiap waktu. Hingga akhirnya mengagumi hal yang
belum saatnya ia perlu. Dan bahkan kini sampai ingin memiliki?
“Astaghfirullah”,
sesalnya.
Berdebar.
Setiap kali sosok itu muncul di hadapan. Apa yang harus ia lakukan? Egonya bisa
memberontak dan amanah bisa terancam. Mana profesionalisme yang awal bersama
telah komitmen hendak dicapai bersama? Hilangkah? Semukah oleh rasa yang belum
sepantasnya ada?

Sebuah
cerita tentang lelaki shaleh menurut seorang akhwat.
------------------------------
Di mataku, lelaki shalih adalah lelaki
sederhana,tawadhu,sabar,dan tentu saja baik pemahaman agamanya. Kalau menurut
akhwat lain, mungkin bisa berbeda-beda kan?
Keshalihan seorang
akhwat,juga bisa menentukan kriteria apa saja yang harus dimiliki sang
ikhwan,hingga bisa menjadi imam yang ia butuhkan..
Seorang akhwat
hafidzah boleh dan bisa dipastikan,pasti mengharapkan seorang ikhwan yang
hafidz juga sebagai suaminya…^^
Lelaki Shalih
itu…Ya,tentang sosok lelaki shalih..
Apakah antum sudah
cukup shalih?sehingga merasa pantas mendapatkan seorang akhwat shalihah itu..
Ya,cobalah tengok
disekitar antum,pasti ada banyak akhwat yang begitu shalihah dan begitu anggun
dalam balutan jilbabnya, kiprahnya dalam dakwah semakin memancarkan pesonanya…
Pernah mengagumi
seorang akhwat seperti itu? mungkin saja,dan saya menduga antum bisa jadi
pernah atau bahkan sekarang malah sedang merasakannya?^^ Bagi antum yang masih
sendiri (belum menikah) bisa jadi kekaguman itu menjadi sesuatu yang begitu
mengusik hati..
Ya gak sih? saya
sok tau nih..
hehehe
Apa antum
tahu?sebenarnya akhwat juga begitu lho..
Jangan salah
kira,sikap diam para akhwat berarti mereka tak peduli ato malah mati rasa..
#haduuh
***^^***
“ada beberapa hal
yang perlu diluruskan tentang interaksi kita akhi” kata seorang akhwat berbalut
jilbab ungu itu dengan pandangan semakin tertunduk..
“ada apa ukht?
adakah yang salah dengan sikap ana selama ini?” tanya ikhwan di hadapan akhwat
itu..
“ya,banyak..
Tapi mungkin antum
selama ini tidak menyadarinya…”
“apa itu ukhti?
bisakah anti jelaskan,agar ana lebih paham”
“tolong
akhi,bersikaplah lebih bijak di depan ana,mugkin antum merasa sikap antum biasa
saja, tapi tidak bagi ana…afwan” suara akhwat itu kian tercekat..
***^^***
Antum pernah
“dibegitukan” sama akhwat? kalo iya, berarti memang ada yang perlu diperbaiki
dari sikap antum sekalian..
Bukan menggurui..
Tapi,ini
berdasarkan pengalaman pribadi yang cukup mengusik dulu..
Taukah akhi? tiap
senyum kalian,kalimat-kalimat sapaan bernada perhatian dalam sms dari
kalian,mungkin antum anggap itu hal biasa..
Tapi apa iya bagi
mereka,akhwat yang hatinya begitu peka..
Bisa jadi semua
yang berasal dari antum bukannya menguatkan,tapi justru hanya akan semakin
mengganggu dan menggoyahkan imannya..
Ia, yang awalnya
begitu ikhlas berdakwah bisa jadi karena perhatian kalian,niatnya jadi
terkotori..
Karena memang
fitrah wanita,yang sebenarnya suka dipuji,walau tak semua begitu..
Taukah antum? bahwa
hati seorang wanita itu begitu lembut? sedikit saja antum taburkan “benih”,
bila ia terus menyiraminya maka benih itu akan tumbuh kian subur di hatinya..
Betapa kasiannya
bila ia, hampir tiap malam teringat padamu akhi, ikhwan yang belum tentu jadi
imam baginya…
Lalu? apa yang
harus antum lakukan? ahh,rasanya saya tak perlu menjelaskan karena saya
tau,antum semua jauh lebih paham..
Hanya saja,saya
ingin berpendapat dari sudut pandang seorang akhwat..
Seorang ikhwan yang
shalih tak akan pernah berkata “ukhti..ana mengagumi anti, bahkan ana telah
jatuh cinta pada anti, maukah anti menunggu sampai ana siap mengkhitbah anti?”
Ya..
Lelaki shalih tak
akan berkata begitu..
Apakah antum tau
apa efek dari pertanyaan itu?
Bisa jadi, hati
akhwat itu kian rapuh..
Apa antum tega?
membuatnya menunggu dalam ketidakpastian? Karena sebelum akad nikah,segala hal
masih bersifat tidak pasti bukan?
Apalagi bila kita
hanya bergantung pada hati seorang anak manusia yang tiap detiknya bisa
terbolak balik..
Betapa kasian ia
ketika harus berharap pada sesuatu yang belum jelas ujungnya…
Lelaki shalih
seharusnya ketika ia jatuh cinta, maka ia akan menyimpan sendiri perasaan itu
rapat-rapat dalam hatinya dan hanya mengizinkan Allah saja yang tahu..
Ia akan terus
memperbaiki diri hingga siap dan pantas untuk mengkitbah akhwat itu pada saat
yang tepat..
Dan lelaki shalih
akan berkata “ukhti,mungkin ana bukanlah lelaki yang sempurna keshalihannya…
Tapi ana hanyalah
seorang laki-laki yang selalu berusaha menjadi lebih baik dan ingin segera
digenapkan diennya hingga sempurna, maka maukah anti menjadi akhwat penggenap
dien ana itu?”
Ya,lelaki shalih
tak kan pernah meminta untuk menunggu..
Ia hanya akan
mengambil kesempatan atau akan berkorban mempersilahkan saudaranya yang lain..
Seperti kisah Ali
bin Abi Thalib dan Fatimah..
Akhi…bisakah ana
minta tolong? tolong jaga saudari-saudari ana yaaa..
Jaga hati mereka,
hingga tetap utuh sampai antum bisa mempersuntingnya dalam sebuah Mitsaqan
Ghalidza itu^^
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terhenyak. Arfan tak bisa berkata apa-apa lagi.
Belum saatnya, belum!
Sementara diri ini masih perlu banyak berbenah, bagaimanakah pantas mengharap sosok pendamping yang sepertinya?
Belum saatnya, belum!
November 15, 2012
Raffa Muhammad
--------------------------
Sumpah ini cuman fiksi. Siapapun yg baca ambil positifnya ngga usah dihubungin ama penulisnya okeee :D