"Salam kenal", ia memberikan salam sembari menjabat tangan seusai menyebutkan namanya. Beragam respon terlihat dari wajah-wajah muda. Kaku, dan asing. Mungkin karena ini yang pertama. Nongkrong di tempat seperti ini untuk berbincang? Well.
Mereka berbincang ringan. Wajah teduh mengatur pembicaraan. Ia pandai. Terkesan dari bobot pembicaraan yang dalam tetapi tidak menjemukan. Walau ini pertama kali berjumpa, rasanya dekat dan akrab. Memang pertemuan kali ini bukanlah kebetulan. Allah telah merancang. Namun, kesediaan semua wajah menghadap membuat yang hadir disana adalah orang-orang pilihan. Bukan sembarangan. Dan wajah teduh itu meyakinkan semuanya.
Pertemuan kedua, kali ini lebih bersemangat. Tepatnya penasaran. Apa yang hendak wajah teduh sampaikan. Satu persatu wajah-wajah penuh gelora muda ini belum bisa menerka. Mereka kembali berkumpul dan melingkar. Ternyata wajah teduh telah sampai lebih dahulu. Ia jabat tangan semuanya, ucapkan salam dan tanyakan kabar. Doa pembuka dipanjatkan. Dan mulailah pertemuan kali ini.
Setelah mendapatkan hal tak terduga tentang keimanan dan keislaman sebelumnya, kali ini wajah-wajah muda kembali penasaran. Apalagi ketika rerumputan menjadi saksi pertemuan yang kedua. Ternyata wajah teduh kali ini menceritakan tentang niat dan ikhlas. Hal yang sebenarnya bukan tidak diketahui wajah-wajah muda, namun sering terlupa. Wajah teduh sambil tersenyum menyampaikan, "Al imaanu yazidu wa yankus", dia suatu kali juga pasti tersilap dan khilaf. Sehingga ia menuturkan agar tak pernah menutup pintu nasehat dari siapa saja, terlepas siapa yang muda ataupun tua, karena saling menasehati dalam kebaikan ibarat investasi kehidupan.
Pertemuan demi pertemuan selanjutnya bersama wajah teduh semakin menarik untuk disimak. Wajah-wajah muda tak pernah absen bersamanya. Mereka kian bersemangat mencari tahu, dan mengutarakan opini yang mungkin keliru. Masalah yang ada pun dibahas bersama, dan wajah teduh selalu mengambil referensi dari Quran dan sunnah Rasul-Nya.
Satu hal yang tak terasa, ada yang berbeda ketika pekan demi pekan berlalu. Wajah-wajah muda merasa berat untuk menjauh dari Sang Pencipta. Sehari tanpa tilawah ataupun sholat berjamaah. Wajah teduh memang tak selalu mengajak dengan kata-kata. Tetapi selalu tersirat dari wajahnya, dan tergambar dari cerita-ceritanya betapa nikmatnya menghiasi iman dengan ibadah.
Ketika wajah muda bertanya, "Kak, aku ingin menjadi sepertimu nanti", wajah teduh mengelus kepalanya. Ia merendahkan dirinya. Katanya, ia bukan apa-apa tanpa Allah yang menuntunnya. Seorang lainnya berkata, "Kak, terima kasih ya", sambil tersimpul senyum dalam wajahnya. Wajah teduh dengan kata-kata yang menentramkan. Jabat tangan, salam dan senyum yang manis di tiap pertemuan. Dan ajakan bersama teladan yang menggugah.
Wajah teduh menjawab, "Berterima kasihlah pada Allah. Kebaikan apapun yang kakak sampaikan hanya berasal dari Allah. Juga kepada Rasulullah, serta para orang-orang yang senantiasa menjaga nikmat iman dan islam ini hingga kakak juga berkesempatan untuk berbagi dengan kalian".
Akhirnya, tibalah saatnya berpisah. Wajah-wajah muda terasa berat awalnya. Namun wajah teduh hanya berujar, bahwa hanya itu yang ia miliki dan saatnya mendapatkannya dari orang lainnya. Ia meyakinkan, hidup kita itu singkat. Jangan hanya berpuas melangkah jika bisa berlari. Raih keinginan, namun selalu ingat semuanya akan kembali kepada Ilahi.
Akhirnya semua wajah wajah muda mengikhlaskannya. Mereka berpamitan dan pergi. Di dalam hati, mereka saling mendoakan. Ketika bersama wajah teduh memang tak terlupa. Wajahnya tak hanya teduh, namun meneduhkan. Bersamanya, ketika masalah datang dan ada seperti biasa, keyakinan bahwa Allah bersama hamba yang shalat dan sabar juga makin besar. Dan kini saatnya mengukir cerita bersama wajah teduh lainnya. Semoga semangat yang sama tetap berkobar.